Pages

Ads 468x60px

Featured Posts

Renungan

Fudhail bin 'Iyadh rahimahullahu ta'ala berkata, "Bila engkau mampu menjadi orang yang tidak dikenal, maka lakukanlah. Sebab apa kerugianmu bila tidak dikenal? Apa kerugianmu bila tidak dipuji? Dan apa kerugianmu bila engkau menjadi orang yang tercela di hadapan manusia, tetapi terpuji di hadapan Allah subhana wa ta'ala?"
Read More..

Cara Berfacebook yang Syar’i??

Oleh: Al Ustadz Abdul Mu’thi Al Maidani

Tanya : Akhir-akhir ini banyak ikhwan salafy yang gandrung dengan facebook. Bahkan tak jarang terjadi fitnah antar ikhwan dan akhwat. Lantas kami mohon arahan dan nasehat ustadz dalam hal ini. Serta bagaimanakah sebaiknya berfacebook dengan syar’i? Jawab :Teknologi itu ibarat pisau bermata dua. Bisa menjadi ziyaadatul khair (tambahan kebaikan) dan bisa jadi ziyaadatus syarr (tambahan keburukan). Kalau kita manfaatkan dalam perkara yang diridhai dan dicintai oleh Allah maka dia akan menjadi kebaikan yang lebih. Tapi kalau kita tidak pandai menggunakannya, dia akan menyembelih kita. Sehingga segala sesuatu yang bermata dua seperti ini ibarat pisau yang bermata dua maka kita harus berhati-hati dalam menggunakannya. Semua ini kembali ke diri kita masing-masing untuk bertakwa kepada Allah jalla wa”ala. Ittaqillaaha haitsumaa kunta(1), kata Nabi Shallallaahu ‘alaihi wasallam. Bertakwalah kepada Allah dimanapun engkau berada. Kemudian kalau kita mengetahui bahwa diri kita adalah lemah. Jangan kita bermain-main dengan pisau yang bermata dua. Karena kemungkinan dia menyembelih kita lebih besar daripada kita bisa menggunakannya dengan baik. Dan saya memang tidak menyarankan untuk ikhwan menyibukkan diri dengan yang namanya internet atau secara lebih spesifik apa yang namanya facebook. Karena memang medianya bukan untuk media salafiyyin, pada asalnya. Media yang diadakan oleh mereka itu memang untuk memfasilitasi, memudahkan acara-acara ataupun memudahkan kegiatan-kegiatan, arena-arena mereka melakukan maksiat kepada Allah Jalla wa’ala yang mereka anggap baik padahal maksiat. Sebagai contoh minimalnya saja. Dengan facebook itu… mungkin yang punya facebook tidak jarang melihat foto-foto wanita yang bukan mahramnya. Itu minimal!! Benar atau benar??… Itu pasti!! Sulit dihindarkan. Ini salah satu dan banyak lagi yang lainnya, sehingga ya… Semua kembali kepada kita. Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, memiliki sikap wara’. Dia akan meninggalkan perkara-perkara yang samar. Apalagi perkara-perkara yang jelas haram. Famanittaqasy syubuhaat faqadis tabra’ lidiinihi wa ‘irdhihi(2). Dan barangsiapa yang menjaga diri daripada asy syubuhaat (perkara yang samar). Dia telah menjaga kehormatan dirinya dan agamanya. Na’am, sehingga kita jangan bermain-main dengan sesuatu yang samar. Yang kita tidak mampu untuk mengendalikannya. Apalagi kalau jelas-jelas akan menjatuhkan kita kepada yang haram. Dan media internet secara umum adalah media yang penuh dengan keburukan. Kalau kita mau kalkulasi antara kebaikannya dan keburukannya. Bisa dikatakan dia itu seperti khamr. Kemudharatannya lebih banyak daripada kemanfaatannya. Berapa banyak keburukan yang ada didalamnya kalau kita bandingkan dari kebaikan yang ada sekian persen didalamnya. Sehingga kalau kita menyibukkan diri, mulai dari bangun tidur langsung online sampai dia mau memejamkan mata. Baru dia selesai dari kegiatan onlinenya. Ini… Manusia macam apa?? Seorang yang mengerti akan kebaikan, dia tidak akan menghabiskan waktu dan dirinya di depan internet yang penuh dengan keburukan. Dan benar-benar internet ini adalah ujian bagi kita, yang menggunakannya. Karena sedikit saja terpeleset, langsung jatuh kepada media yang maksiat, bahkan tatkala kita menggunakannya. Walaupun kita ingin yang baik. Mau tidak mau terkadang dipaksa kepada yang maksiat. Muncul gambar-gambar yang tidak baik. Padahal kita tidak mengaksesnya. Promosi, iklan atau apa. Na’am, Baarakallaahu fiikum Oleh karena itu, sibukkan diri kita dengan ilmu yang syar’i. Dengan kegiatan yang lebih bermanfaat, membaca buku, muraaja’atul Qur’an, Hifzhul Qur’an. Banyak hal-hal yang bermanfaat. Daripada kita menghabiskan waktu depan internet. Bolehlah sekali setahun berinternet, misalnya. Kalau terlalu ekstrim, yaa dikurangi sekali dalam setengah tahun. Kalau terlalu ekstrim yaa paling tidak sekali sebulan misalnya. Yakni saat kita kepingin mendapatkan suatu berita yang sangat penting. Laa Ba’s Upayakan sedapat mungkin mengurangi kegiatan (berinternet), sebab ini tidak akan membawa kebaikan kepada kita, biar saja orang lain bilang kolotlah, gapteklah, inilah itulah…. sebab celaan dan cercan manusia itu tidak akan membahayakan kita. Yang tahu akan kebaikan itu adalah diri kita sendiri terhadap diri kita, bukan mereka. Barakallahu fiikum. Semoga jawaban yang sedikit ini bisa kita pahami dengan hati yang ikhlas hanya mengharap wajah Allah Subhanallahu wa ta’ala Catatan kaki : (1) Dari Abu Dzar Radhiallaahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadaku: اتَّقِ اللهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada. Ikutilah perbuatan jelek dengan perbuatan baik niscaya kebaikan akan menghapusnya dan pergaulilah manusia dengan budi pekerti yang mulia.” (HR. At-Tirmidzi dalam Sunannya, Kitabul Birri Washshilah, hadits no. 1987. At-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini hasan shahih. Asy-Syaikh Al-Albani menghasankan dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi) (2) Dari Abi Abdillah An Nu’man bin Basyir rhadiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Saya telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ “Sesungguhnya perkara yang halal telah jelas, dan perkara yang haram pun telah jelas. Dan di antara keduanya terdapat perkara-perkara yang meragukan, yang tidak diketahui oleh kebanyakan manusia. Maka barangsiapa menjaga dirinya dari perkara yang syubhat, maka ia telah menjaga keselamatan agamanya dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjatuh dalam syubhat, berarti ia telah terjerumus dalam perkara yang haram, seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di dekat daerah terlarang sehingga hewan-hewan itu nyaris merumput di dalamnya. Ketahuilah, bahwa setiap raja memilliki daerah terlarang. Ketahuilah, bahwa daerah terlarang Allah adalah hal-hal yang diharamkan. Ketahuilah, bahwa dalam tubuh terdapat mudghah (segumpal daging), jika ia baik, maka baik pula seluruh tubuhnya. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh tubuhnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim) Transkrip tanya jawab Ust. Abdul Mu’thi Al Maidani Hafizhahullaah untuk blog http://permatamuslimah.co.nr
Read More..

Online!!

Siswi kelas II SMP Negeri di Sidoarjo, menghilang dari rumah keluarganya di Tangerang. Ia ditemukan oleh polisi pada Selasa (9/2/2010) dini hari di Tangerang saat bersama sang pacar yang ia kenal lewat internet. Yang mengejutkan, kepada polisi Ia mengaku telah bersebadan dengan pacarnya itu sebanyak tiga kali selama kabur. (kompas.com, 11/2/2010) Seorang mahasiswi di Gorontalo, dipanggil polisi setelah menulis status di jaringan pertemanan Facebook. Ia dituduh telah mencemarkan nama baik polisi. (vivanews.com, 31/1/2010) Akibat menghina seorang guru dengan kata-kata kotor di jejaring sosial Facebook, sebanyak empat orang siswa SMA 4 Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dikeluarkan dari sekolah. (kompas.com, 12/2/2010) Seorang Ibu di Florida, Amerika Serikat merasa terganggu dengan tangisan bayinya ketika ia sibuk bermain game online dari jejaring sosial Facebook. Ia lalu membunuh bayinya sendiri dengan cara mengguncangkan badannya berkali-kali. (JPNN, 29/10/2010) Internet merupakan teknologi yang kini sangat digandrungi kaum muda. Berbeda dengan menonton televisi yang bersifat pasif, melalui media internet kita bisa aktif berinteraksi, menyampaikan aspirasi melalui website atau blog, menjalin relasi melalui jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter, saling berbagi informasi di forum seperti Kaskus, atau bahkan mengeruk keuntungan dengan menjalankan bisnis secara online. Namun, seperti pisau dapur yang bisa digunakan untuk menyakiti orang lain, internet juga memiliki sisi negatif. Ia bisa digunakan untuk hal-hal buruk seperti pornografi, judi, ataupun penipuan. Berbeda dengan dunia nyata yang menghadapi orang lain secara langsung, dalam dunia maya internet, manusia tidak merasa canggung lagi ketika berinteraksi. Hal ini sering berdampak negatif, karena pengguna internet tidak lagi memikirkan bagaimana kondisi orang yang dihadapinya di luar sana. Ia bisa dengan santai mengeluarkan kata-kata kasar kepada orang lain di internet. Fenomena jejaring sosial seperti Facebook (seperti yang dikutip di awal artikel) telah menunjukkannya. Hal ini malahan bertolak belakang dengan tujuan dibuatnya situs tersebut, yaitu agar kita bisa berinteraksi kembali, menyambung silaturahmi dengan teman dan saudara secara baik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pada remaja modern, adanya internet justru membuat interaksi sosial mereka di dunia nyata menjadi berkurang. Mereka menghindari pertemuan-pertemuan karena merasa lebih nyaman untuk berinteraksi via komputer, dan bahkan merasa “resah” jika meninggalkan komputer atau handphonenya sebentar saja. Perilaku ini lambat laun akan membuat mereka menjadi tidak percaya diri lagi dalam bertemu orang lain. Ia menjadi malu, tidak bisa menyampaikan pikirannya secara langsung. Ia tidak mengerti bagaimana membaca bahasa tubuh orang lain. Kepekaan sosialnya menjadi berkurang. Sehingga, akhir-akhir ini sering ditemui remaja yang terlihat sangat supel di dunia maya, namun menjadi sangat pendiam jika kita menemuinya secara langsung. Merupakan salah satu karakteristik remaja bahwa ia ingin diakui, dianggap hebat dan “gaul” oleh lingkungan pergaulannya. Melalui internet, hal ini menjadi lebih mudah. Ia rajin mengupdate status Facebook agar dikomentari oleh teman-temannya. Apapun ia tulis, bahkan untuk hal-hal yang merupakan aib. Padahal Rasulullah mengajarkan, كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ “Cukuplah seseorang dikatakan sebagai pendusta apabila ia mengatakan apa saja yang diketahuinya” [H.R. Muslim]. Yang paling memprihatinkan, tidak sedikit remaja kemudian memasang fotonya dengan pakaian minim yang tidak senonoh, untuk menarik lelaki lain berinteraksi dengannya. Na’udzubillah min dzalik. Ber-internet bahkan sudah menjadi “oksigen” bagi sebagian remaja. Ia bisa duduk seharian di depan komputer, tidak perduli dengan sekelilingnya. Asyik membuka artikel di Kaskus sampai tengah malam, dan sibuk memberikan komentar di status Facebook temannya. Saking tidak bisanya beranjak dari internet, kalau sudah bosan, tidak ada lagi yang dilakukan, ia lalu mengalihkan perhatiannya, mulai mengakses pornografi. Inna lillaahi wa Inna ilahi raji’un…. Padahal Allah berfirman yang artinya, “Demi masa, sungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, saling mewasiatkan dengan kebenaran dan saling mewasiatkan dengan kesabaran. [Q.S. Al-Ashr:1-3]. Saudaraku….. Sudahkah engkau mengalami gejala seperti diterangkan di atas? Apakah engkau menghabiskan waktumu berinternet dalam hal-hal yang tidak bermanfaat, yang justru malah mendatangkan kerusakan bagi dirimu? Jika ya, maka bertakwalah! Jadilah hamba Allah yang bersyukur atas nikmat-Nya. Nikmat mengakses internet manfaatkanlah untuk hal-hal yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat. Kunjungilah situs-situs yang bermanfaat, yang menambah keimanan kepada Allah, yang membuatmu tahu dan mengerti mengenai Islam. Atau -jika Allah memudahkanmu- jadikanlah internet sebagai media dakwah. Engkau bisa menyampaikan kebaikan dengan menyebarkan ayat-ayat Allah dan perkataan Rasul-Nya. Kenalkan umat ini dengan para ulamanya. Sebarkanlah kebaikan Islam di dunia maya. Namun, jangan sampai hal tersebut lalu mendominasi kehidupanmu. Ingatlah bahwa kita hidup di dunia nyata. Kita harus belajar bagaimana menghadapi orang lain di dunia nyata. Dengan berinteraksi di dunia nyata, kita akan belajar kapan harus bersabar, kapan harus mengalah, kapan harus menolong orang lain. Hal inilah yang tidak akan kita dapatkan di dunia maya. Kita adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri. Kita membutuhkan bantuan orang lain di dunia nyata. Bergaullah dengan tetangga dengan cara yang baik. Mulailah salam kepada mereka, perhatikan mereka, tolong-menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan. Semoga Allah memudahkan kita melakukannya, karena silaturahmi dengan lingkungan terdekat sekarang ini adalah hal yang semakin jarang ditemui dalam kehidupan remaja saat ini. Kita sibuk sekolah, sibuk berteman dengan handphone dan komputer, lalu tidak memerhatikan orang-orang di sekeliling kita secara langsung. Saudaraku….. Manfaatkanlah waktu mudamu ini untuk hal-hal yang berguna. Masa muda adalah masa keemasan. Tenagamu sedang melimpah dan kecerdasanmu sedang berada pada puncaknya. Manfaatkanlah itu dalam wujud syukur kepada Allah, manfaatkanlah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. “Pergunakan lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa pikunmu, masa sehatmu sebelum masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa sibukmu, dan masa hidupmu sebelum masa matimu.” [H.R. Al-Hakim, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani v]. (Ristyandani) http://tashfiyah.net/2011/11/online/
Read More..

Permata yang Hilang

Akhlaq di zaman ini ibarat permata yang hilang pada diri kebanyakan insan. Kita akan menyaksikan kemunduran akhlaq merebak dimana-mana; mulai dari anak kecil sampai orang tua, kecuali orang yang dirahmati Allah -Azza wa Jalla-. Tak heran jika koran-koran dan media massa lainnya dipenuhi dengan berita-berita yang memuakkan, dan rendah; menunjukkan terjadinya erosi dan krisis akhlaq alias moral pada diri generasi muslim, terlebih lagi yang kafir. Krisis ini terjadi dalam semua lini kehidupan; mulai dari cara makan, buang air, bermu’amalah dengan anak kecil atau orang tua, cara berdagang, beribadah, berpolitik, berkata dan berucap. Semuanya jauh dari tuntunan Allah & Rasul-Nya. Tak heran jika kita akan melihat generasi kita banyak yang cinta musik, padahal musik itu HARAM. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda dalam mengharamkannya, لَيَكُوْنَنَّ مِنْ أُمَّتِيْ أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّوْنَ الْحِرَّ وَالْحَرِيْرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ "Akan ada beberapa kaum diantara ummatku yang akan menghalalkan zina, kain sutera (bagi laki-laki), khomer, dan musik". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (5590), dan Abu Dawud dalam Sunan-nya (4039)] Sekalipun Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah menyatakan haramnya musik, maka tetap saja musik menjamur. Setiap sudut kota dan desa dikotori oleh seruling setan itu (yakni, musik). Bahkan para pemuda berlomba membentuk club-club dan grup-grup musik; maka muncullah konfilasi band-band, semisal Padi, Raja, Ungu, Keris Patih, Dewa 19, dan lainnya. Parahnya lagi, sebagian grup band ini membuat lagu-lagu yang bernafas "islam" yang dihiasi oleh musik. Akibatnya, kaum awam tertipu dan menyangka bahwa disana ada musik islami. Padahal semua musik adalah haram, sebab semuanya akan memalingkan manusia dari mempelajari Al-Kitab dan Sunnah, dan menghabiskan waktu. Allah -Ta’ala- berfirman menceritakan kondisi sebagian manusia yang menciptakan nyanyian untuk menjauhkan manusia dari Al-Qur’an, "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan".(QS. Luqman: 6). Apa yang dimaksud dengan "perkataan yang tidak berguna"? Mari kita dengarkan tafsirannya dari dua Imam ahli tafsir, dan ulamanya para sahabat. Abish Shohba’ Al-Bakriy berkata, "Abdullah bin Mas’ud pernah ditanya tentang ayat ini (lalu ia bawakan ayat di atas), maka Abdullah bin Mas’ud berkata, هُوَ -وَ اللهِ- الْغِنَاءُ "Demi Allah, itu adalah nyanyian". [HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushonnaf (21130), Ath-Thobariy dalam Jami' Al-Bayan (10/201), Al-Baihaqiy dalam Syu'abul Iman (5096), dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrok alaa Ash-Shohihain (3542). Hadits ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (jilid 6/hal. 1017)] Abdullah ibnu Abbas-radhiyallahu ‘anhu- berkata, هُوَ الْغِنَاءُ وَأَشْبَاهُهُ "Itu adalah nyanyian dan semisalnya" . [HR. Ibnu Abi Syaibah (21137), Al-Bukhoriy dalam Al-Adab Al-Mufrod (786 & 1265), Ibnu Abid Dun-ya dalam Dzammul Malahi (no.12), Ath-Thobariy dalam Jami' Al-Bayan (10/201), dan Al-Baihaqiy dalam Sunan-nya (20793). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Muhammad bin Musa Alu Nashr & Salim Al-Hilaliy dalam Al-Isti'ab fi Bayan Al-Asbab (3/63)] Ayat di atas merupakan bukti nyata bahwa seorang yang mencintai nyanyian, apalagi diiringi musik, maka ia akan terpalingkan dari jalan Allah, sadar atau tidak !! Lihatlah para remaja –bahkan juga orang tua- yang kecanduan lagu dan musik, ia akan malas membaca Al-Qur’an, sholat, dan melakukan kebaikan. Malas mendengarkan nasihat, dan membenci orang-orang sholeh yang menasihatinya tentang haramnya musik. Jika ia dinasihati, maka hatinya kesal dan bergumam, "Wah, anda sok alim". Perlahan-lahan setan membuatnya berpaling dari kebenaran dan kebaikan yang terdapat dalam Al-Qur’an. Karenanya Allah berfirman setelah ayat di atas, "Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan- akan ada sumbat di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan azab yang pedih".(QS. Luqman : 7). Telinganya telah ditulikan oleh suara-suara setan alias musik, hatinya keras tak mau menerima kebenaran, karena ia telah dikuasai oleh setan. Sebaliknya, jika ia mendengarkan lolongan setan yang bernama musik, maka hatinya akan girang, dan telinganya terbuka. Sungguh sial orang-orang seperti ini. Orang-orang seperti ini akan dipalingkan hatinya oleh Allah -Ta’ala- sampai ia dikuasai oleh setan. Akhirnya, kondisinya sebagaimana yang Allah firmankan, "Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan yang Maha Pemurah (yakni, Al Quran), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) Maka syaitan Itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya". (QS. Az-Zukhruf : 36). Demikianlah nasib seorang yang berpaling dari pengajaran dan petunjuk Allah; ia akan diiringi oleh setan yang akan menyesatkannya dari jalan kebenaran. Tak heran jika banyak diantara pemuda kita yang telah terlepas dari aturan agamanya akibat setan yang menyesatkannya. Lihatlah bagaimana setan menyesatkan para pemuda muslim yang gandrung dan mabuk kepayang dengan ALIRAN musik UNDERGROUND, semisal: Black Metal, Punk, Cresh Metal, Heavy Metal, dan lainnya. Mereka telah ditelanjangi oleh setan dari aturan Islam, agama Allah Yang Maha Perkasa; tak ada lagi istilah halal dan haram, semuanya halal !! Tak heran jika ada diantara mereka yang minum darah, menusuk hidungnya atau telinganya dengan perhiasan. Padahal semua itu haram !! Diantara mereka, ada yang mengucapkan kata-kata jorok, bahkan kata-kata KAFIR berupa penghinaan kepada Allah, agama-Nya, Rasul-Nya, hari pembalasan, meremehkan neraka & siksaannya. Sebaliknya, malah mengagungkan Iblis, setan, dan simbol-simbol kekafiran, kemaksiatan, dan kedurhakaan. Sungguh, sungguh aneh, ber-KTP muslim, namun perbuatannya maksiat & kafir !! Na’udzu billah minal khudzlan. Inilah realita pemuda muslim yang senang musik, lalu musik mengantarkan dirinya kepada jurang kekafiran, akibat menganut dan taqlid buta kepada sebagian aliran musik yang ekstrim. Sebagian ulama salaf berkata, الْمَعَاصِيْ بَرِيْدُ الْكُفْرِ كَمَا أَنَّ الْقُبْلَةَ بَرِيْدُ الْجِمَاعِ وَالْغِنَاءَ بَرِيْدُ الزِّنَا وَالنَّظَرَ بَرِيْدُ الْعِشْقِ وَالْمَرَضَ بَرِيْدُ الْمَوْتِ "Maksiat adalah pengantar menuju kekafiran sebagaimana halnya ciuman pengantar menuju jimak, nyanyian adalah pengantar menuju zina, pandangan adalah pengantar menuju kerinduan, dan sakit pengantar menuju kematian". [Lihat Al-Jawab Al-Kafi (hal. 33) karya Ibnul Qoyyim] Maka lihatlah pengaruh maksiat, seperti musik; musik mengantarkan kepada kekafiran. Awalnya pemuda kita senang dengan musik pop, dari pop pindah ke rock, dari rock pindah ke aliran musik UNDERGROUND. Disinilah ia memungut kebiasaan yang amat jelek, mulai cara berpakaian, cara ngomong, cara berjalan, merokok, cara berpenampilan, dan lainnya. Aliran musik –khususnya Black Metal- amat gandrung dengan atribut, dan pakaian hitam yang bergambar kepala kambing atau tengkorak, karena konon kabarnya hitam adalah lambang kesesatan dan kekafiran; sedang tengkorak sebagai lambang morfinis. Sepatu, rambut, kendaraan, pakaian dan atribut lainnya, semuanya berusaha dimodel ala artis dan idola mereka, walaupun ia kafir, semisal Curl Cobain, Meihem, dan lainnya. Walaupun idola mereka ini kafir dan durhaka kepada Allah, tapi tetap dicintai oleh pemuda "MUSLIM" yang tergila-gila dengannya. Padahal Allah berfirman, "Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah hizbullah (golongan Allah). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung". (QS. Al-Mujadilah: 22). Syaikh Muhammad bin Sulaiman At-Tamimiy-rahimahullah- berkata, "Barangsiapa yang mentaati Rasul -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , dan mengesakan Allah, maka tak boleh baginya mencintai orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, walaupun orang yang ia cintai adalah kerabat terdekatnya". [Lihat Tashil Al-Ushul Ats-Tsalatsah (hal. 11), cet. Dar Ibnu Rajab] Seorang muslim hendaknya mencintai dan mencontoh orang-orang sholeh, seperti Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, para sahabatnya, dan pengikutnya yang setia. Janganlah kalian tertipu dan terpedaya dengan kehidupan dunia yang Allah berikan kepada orang-orang kafir dan pelaku maksiat. Glamournya dunia ini nampak indah, namun hakikatnya musibah. Allah -Ta’ala- juga berfirman "Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu". (QS. Al-Hadid: 20). Dunia lebih kita dahulukan dibandingkan akhirat, padahal akhirat lebih baik dan lebih abadi di sisi Allah. Tak heran jika sebagian manusia mengutamakan pekerjaan dan perdagangannya ketika waktu sholat telah tiba sehingga masijd-masjid Allah kosong dari jama’ah. Dunia hanyalah ladang perbekalan menuju kehidupan akhirat yang lebih baik, bukan tujuan akhir. Allah -Azza wa Jalla- berfirman, "Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya?" (QS. Al-An’aam: 32). Kini anda telah tahu bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara dalam mengambil bekal menuju akhirat; menuju perjumpaan dengan Allah -Azza wa Jalla-. Maka ambillah dari dunia sesuatu yang bermamfaat bagi akhiratmu; namun jangan sampai kalian terpedaya dengan gemerlap dan hijaunya dunia ini. Sumber : Buletin Jum’at At-Tauhid edisi 100 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) http://almakassari.com/artikel-islam/akhlak/permata-yang-hilang.html
Read More..

Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?

Tanya : Apakah menyentuh kemaluan dengan sengaja membatalkan wudhu’ ? ( abu abdillah – almandxxx@telkom.net) Jawab: Secara umum ada dua hadits masyhur, yang dipakai berdalil oleh para ulama dalam masalah ini, yaitu: 1. Hadits Busroh bintu Shafwan -radhiyallahu anhu-, bahwa Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- bersabda: مَنْ مَسَّ ذَكَرَهُ فَلْيَتَوَضَّأْ "Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaknya dia berwudhu." (HR. Ahmad: 6/406 dan 407, Abu Daud no. 181, At-Tirmidzi no. 82, An-Nasa`i no. 163, dan Ibnu Majah no. 479) Hadits ini dishohihkan oleh Imam: Ahmad, Yahya bin Ma’in, At-Tirmidzi, Al-Baihaqi, dan yang lainnya -rahimahumullah-. 2. Hadits Tholq bin Habib -radhiyallahu anhu-, bahwa beliau bertanya kepada Nabi -Shallallahu alaihi wasallam- mengenai seseorang yang menyentuh kemaluannya di dalam shalat, apakah wajib baginya untuk berwudhu? Maka beliau menjawab: لاَ, إِنَّمَا هُوَ بِضْعَةٌ مِنْكَ "Tidak perlu, dia hanyalah bagian dari tubuh kamu." (HR. Ahmad: 4/23, Abu Daud no. 182 dan 183, At-Tirmidzi no. 85, An-Nasa`i no. 165, dan Ibnu Majah no. 483) Haditsnya dishahihkan oleh Imam: Amr bin Ali Al-Fallas, Ali ibnul Madini, Ath-Thahawi, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar -rahimahumullah-. Kedua hadits di atas, zhohirnya bertentangan. Karenanya, lahir perselisihan pendapat di kalangan ulama dalam masalah ini karena perbedaan dalam memahami kedua hadits di atas. Sebagian mereka lebih menguatkan hadits Busroh dan menganggap hadits Tholq adalah hadits yang mansukh, sehingga mereka mengatakan bahwa menyentuh kemaluan merupakan pembatal wudhu. Ini adalah madzhab Syafi’iyah, Hanabilah, dan Zhahiriyah. Sebagian lainnya lebih menguatkan hadits Tholq, sehingga mereka berpendapat bahwa menyentuh kemaluan bukanlah pembatal wudhu, sehingga tidak perlu berwudhu jika melakukannya. Ini merupakan madzhab Hanafiyah. Kedua pendapat ini lemah. Karena sepanjang kedua haditsnya shahih, maka tidak boleh mengambil salah satunya lalu meninggalkan yang lainnya, selama kedua hadits itu masih bisa dikompromikan. Dan itulah yang terjadi di sini. Sebagian ulama mengompromikannya dengan menyatakan bahwa: Jika dia menyentuh kemaluannya dengan syahwat maka membatalkan wudhu. Jika tidak, maka tidak membatalkan. Ini merupakan pendapat sebagian Malikiyah Dan pendapat yang keempat menyatakan bahwa: Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya maka wudhunya tidak batal, hanya saja disunnahkan baginya untuk mengulangi wudhunya, tapi tidak wajib. Ini adalah pendapat Imam Malik –dalam satu riwayat, dan inilah -wallahu A’lam- pendapat yang lebih dekat kepada kebenaran. Pendapat ini yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan yang dikuatkan oleh Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah. [Lihat: Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd hal. 28-29 dan Asy-Syarhul Mumti' karya Syaikh Ibnu Utsaimin: 1/279-284] (Dijawab oleh Ust. Hammad Abu Mu’awiyah) sumber : http://almakassari.com/tanya-jawab/menyentuh-kemaluan-membatalkan-wudhu.html
Read More..

Adab-Adab Melamar

Secara umum, kegiatan pelamaran ini dilakukan oleh pihak lelaki kepada pihak wanita, walaupun boleh bagi wali wanita untuk menawarkan walinya kepada seorang lelaki yang dianggap pantas dan baik agamanya. Hal ini sebagaimana dalam kejadian yang terjadi antara tiga manusia terbaik umat ini setelah nabinya, ‘Abdullah bin ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- bercerita: اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَتَوَفَّى بِالْمَدِيْنَةِ-. فَقَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: “أَتَيْتُ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ فَعَرَضْتُ عَلِيْهِ حَفْصَةَ، فَقَالَ: “سَأَنْظُرُ فِي أَمْرِي”. فَلَبِثْتُ لَيَالِيَ ثُمَّ لَقِيَنِي، فَقَالَ: “قَدْ بَدَا لِي أَنْ لاَ أَتَزَوَّجَ يَوْمِي هَذَا”. فَلَقِيْتُ أَبَا بَكْرٍ الصِدِّيْقَ فَقُلْتُ: “إِنْ شِئْتَ زَوَّجْتُكَ حَفْصَةَ بِنْتَ عُمَرَ”, فَصَمِتَ أَبُوْ بَكْرٍ فَلَمْ يَرْجِعْ إِلَيَّ شَيْئًا, وَكُنْتُ أَوْجَدَ عَلَيْهِ مِنْ عَلَى عُثْمَانَ، فَلَبِثْتُ لَيَالِي, فَخَطَبَهَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَنْكَحْتُهَا إِيَّاهُ “Tatkala Hafshah bintu ‘Umar ditinggal mati oleh suaminya yang bernama Khunais bin Hudzafah As-Sahmy -beliau termasuk sahabat Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- yang wafat di Medinah-, maka ‘Umar ibnul Khoththob berkata, “Saya mendatangi ‘Utsman bin ‘Affan lalu saya menawarkan Hafshah kepadanya, maka dia menjawab, “Saya pertimbangkan dulu”, maka sayapun menunggu hingga beberapa malam lalu dia mendatangiku dan berkata, “Telah saya putuskan, saya tidak mau dulu menikah pada saat-saat ini”. Kemudian saya menemui Abu Bakr dan berkata, “Jika engkau mau saya akan menikahkan engkau dengan Hafshah bintu ‘Umar”, maka Abu Bakr diam dan tidak membalas tawaranku, dan sikapnya itu lebih berpengaruh padaku daripada penolakan ‘Utsman. Maka sayapun menunggu selama beberapa malam dan akhirnya Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melamarnya (hafshah) maka sayapun menikahkannya dengan beliau”. (HR. Al-Bukhari: 9/481-Al-Fath) Imam Al-Bukhary memberikan judul bab untuk kisah ini dengan ucapan beliau, Bab: (Bolehnya) seseorang menawarkan putri atau saudara perempuannya (untuk dinikahi) kepada orang-orang yang baik”. Dan boleh juga bagi seorang wanita untuk menawarkan dirinya kepada lelaki yang sholeh dan memiliki kemuliaan agar lelaki tersebut mendatangi orang tuanya (wanita tersebut) untuk melamarnya. Imam Al-Bukhary -rahimahullah- berkata, “Bab: Seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang lelaki yang sholeh”, lalu beliau membawakan hadits Anas bin Malik -radhiallahu ‘anhu- bahwa beliau berkata: جَائَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُُُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعْرَضُ عَلَيْهِ نَفْسَهَا “Seorang wanita datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan menawarkan dirinya kepada beliau (untuk dinikahi).” (HR. Al-Bukhari: 2/246) Sisi pendalilan dari kisah ini adalah adanya taqrir (persetujuan) Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- terhadap perbuatan wanita ini. Peringatan: Hendaknya hal ini (Yakni seorang wanita menawarkan dirinya kepada seorang lelaki yang sholih) tidak dilakukan kecuali oleh seorang wanita yang merasa aman dari fitnah demikian pula pihak lelakinya, sebagaimana amannya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan shahabiyah di atas dari fitnah. Dan di zaman yang penuh kerusakan seperti ini dimanakah kita bisa mendapatkan lelaki dan wanita yang merasa aman dari fitnah terhadap lawan jenisnya?! Karenanya, walaupun asal hal ini dibolehkan, akan tetapi di zaman ini hendaknya seorang wanita meninggalkan perbuatan seperti ini karena tidak jarang -bahkan inilah kenyataannya- kedua belah pihak terjatuh ke dalam fitnah yang besar tatkala seorang wanita menawarkan dirinya kepada lelaki yang dianggap sholih. Fitnahnya bisa terjadi dari beberapa sisi: 1. Membuka pintu-pintu percakapan yang tidak bermanfaat -bahkan mengarah kepada kefajiran- yang berkepanjangan dan berlanjut antara seorang wanita dan lelaki yang bukan mahramnya, baik secara langsung, lewat telepon, sms, email dan selainnya. Di sinilah awal kerusakan akan muncul. 2. Seorang wanita akan merendahkan dan melembutkan suaranya ketika berbicara dengan laki-laki. 3. Ketika penawaran seorang wanita diterima oleh lelaki tapi ditolak oleh wali dari lelaki tersebut maka biasanya mereka tetap melakukan komunikasi karena sudah adanya keterikatan hati antara keduanya dengan adanya penawaran tersebut, na’udzu billahi min dzalik. Berikut penyebutan adab-adab dalam pelamaran yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak: 1. Disunnahkan nazhor (memandang/melihat) kepada calon pinangan. Yakni melihat kepada apa-apa yang bisa membuat dia tertarik untuk menikahinya, atau sebaliknya ketika dia melihat calonnya dan mendapati ada sesuatu yang tidak dia senangi darinya maka dia boleh untuk membatalkan pelamarannya. Imam Ibnu Qudamah berkata, “Kami tidak mengetahui adanya perselisihan di kalangan para ulama akan bolehnya seseorang yang mau menikahi seorang wanita untuk memandang kepadanya”. (Al-Mughny: 9/489) Berikut beberapa dalil yang menunjukkan disunnahkannya bagi kedua belah pihak untuk saling melihat sebelum meneruskan pelamaran: 1. Hadits Jabir bin ‘Abdillah -radhiallahu ‘anhuma- secara marfu’: إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمْ الْمَرْأَةَ, فَإِنْ اسْتَطَاعَ أَنْ يَنْظُرَ إِلَى مَا يَدْعُوْهُ إِلَى نِكَاحِهَا فَلْيَفْعَلْ “Jika salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita, maka jika kamu mampu untuk melihat apa yang bisa membuat dia tertarik untuk menikahinya maka hendaknya dia lakukan”. Jabir berkata, “Maka sayapun melamar seorang wanita lalu saya melihatnya dengan sembunyi-sembunyi (tanpa sepengetahuannya) sampai akhirnya saya melihat darinya apa yang membuat saya tertarik untuk menikahinya maka sayapun menikahinya”. (HR. Abu Daud (2082) dengan sanad yang hasan) 2. Hadits Al-Mughirah bin Syu’bah -radhiallahu ‘anhu-. Beliau berkata, “Saya mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu saya menceritakan kepada beliau perihal seorang wanita yang saya lamar, maka beliau bersabda: اِذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا فَإِنَّهُ أَجْدَرُ أَنْ يُؤْدِمَ بَيْنَكُمَا “Pergilah kamu (kepadanya) dan lihatlah dirinya, karena hal itu akan membuat kasih sayang di antara kalian akan langgeng”. (HR. At-Tirmidzi no. 1087, An-Nasa`i: 6/69, dan Ibnu Majah no. 1866. Potongan pertama dari hadits dikuatkan dalam riwayat Muslim: 2/1040 dari hadits Abu Hurairah.) Hadits ini menunjukkan bahwa pembolehan untuk nazhor bukan hanya terkhusus bagi kaum lelaki tapi juga dibolehkan bagi seorang wanita yang akan dilamar. Karena kasih sayang itu muncul dari kedua belah pihak sehingga pembolehan di sini juga berlaku bagi kedua belah pihak. 3. Hadits Abu Humaid -radhiallahu ‘anhu- secara marfu’: إِذَا خَطَبَ أَحَدُكُمُ امْرَأَةً, فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَنْظُرَ إِلَيْهَا إِذَا كَانَ إِنَّمَا يَنْظُرُ إِلَيْهَا لِخِطْبَتِهِ, وَإِنْ كَانَتْ لاَ تَعْلَمُ “Jika salah seorang di antara kalian melamar seorang wanita, maka tidak mengapa baginya untuk melihat kepadanya jika memang dia melihatnya hanya untuk pelamarannya, walaupun wanita tersebut tidak mengetahui (dirinya sedang dilihat)”. (HR. Ahmad: 5/424 dengan sanad yang shohih) Beberapa perkara penting yang berkaitan dengan nazhor: 1. Syarat-syarat dibolehkannya nazhor: a. Dia sudah memiliki niat yang kuat untuk menikah dan tidak ada yang menghalanginya untuk menikah kecuali tinggal mencari calon istri. Hal ini berdasarkan hadits Abu Humaid di atas, yang mana Nabi bersabda, “jika memang dia melihatnya hanya untuk pelamarannya”. b. Batasan terakhir dari bolehnya memandang adalah sampai dia melihat sesuatu yang membuat dia tertarik untuk menikahinya. Maka kapan dia telah melihat hal tersebut sehingga niatnya sudah bulat untuk menikahinya atau sebaliknya dia tidak melihat sesuatu yang membuat dirinya tertarik sehingga berniat untuk membatalkan pelamarannya, maka seketika itu juga dia wajib untuk menundukkan pandangannya dan tidak lagi melihat kepada wanita tersebut. Karena hal ini (melihat kepada lamaran) hanyalah rukhshoh (keringanan) yang syari’at berikan bagi orang yang mau melamar, maka jika sudah tetap dia akan menikahinya atau sebaliknya dia akan membatalkan pelamarannya maka hukum melihat kepada wanita yang bukan mahram kembali kepada hukum asal, yaitu haram. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman: قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ. وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَائِهِنَّ أَوْ ءَابَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّأَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَز “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. An-Nur: 30-31) Imam Ibnul Qoththon Al-Fasy berkata, “Jika sang pelamar wanita (pihak lelaki) telah mengetahui bahwa wanita tersebut tidak mau menikah dengannya dan bahwa wali wanita tersebut tidak menerima lamarannya, maka tidak boleh ketika itu dia (melanjutkan) memandang, walaupun dia tadi telah melamar. Karena dia hanya diperbolehkan untuk memandangnya sebagai sebab dari berlangsungnya pernikahan, maka jika dia sudah yakin akan penolakannya (wanita atau walinya) maka kembalilah (hukum) memandang (wanita yang bukan mahram) kepada hukum asal”. (An-Nazhor fii Ahkamin Nazhor hal. 391) c. Tentunya nazhor ini tidak boleh dilakukan dalam keadaan berkhalwat (berdua-duaan), akan tetapi sang wanita wajib ditemani oleh mahramnya yang laki-laki. Hal ini berdasarkan keumuman hadits-hadits yang melarang dari khalwat, seperti sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam hadits Umar radhiallahu anhu: لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ، فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ “Tidak boleh seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan seorang wanita, karena yang ketiganya adalah setan”. (HR. At-Tirmidzi no. 2165. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Majah: 2/64 dari Jabir bin Samurah dan dishohihkan oleh Al-Albany dalam Ash-Shohihah no. 430) 2. Batasan tubuh wanita yang boleh dilihat. Imam Ibnu Qudamah -radhiallahu ‘anhu- berkata, “Tidak ada perselisihan di kalangan para ulama akan bolehnya melihat kepada wajahnya”. (Al-Mughny: 9/490) Adapun selain wajah maka para ulama berselisih, dan yang paling kuat adalah apa yang dinukil dari Imam Ahmad -dalam satu riwayat- bahwa boleh bagi seorang lelaki untuk melihat aurat wanita yang biasa nampak darinya ketika wanita tersebut bersama mahramnya, seperti: kepala, leher, tangan, betis, dan yang semisalnya, inilah yang dikuatkan oleh Imam Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny (9/490). Hal ini berdasarkan hadits Jabir di atas, dimana Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak membatasi bagian tubuh tertentu yang boleh dilihat, akan tetapi beliau bersabda, “melihat apa yang bisa membuat dia tertarik untuk menikahinya”. Dan inipula yang dipahami dan diamalkan oleh 2 sahabat besar ‘Umar ibnul khoththob dan ‘Ali bin Abi Tholib -radhiallahu ‘anhuma-. Diriwayatkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al-Mushonnaf (6/163) dan Sa’id bin Manshur dalam As-Sunan (521) bahwa ‘Umar pernah melamar putri Ali, maka ‘Ali berkata, “Sesungguhnya dia masih kecil”, maka ada yang mengatakan kepada Umar bahwa ‘Ali tidak menginginkan dengan ucapannya kecuali untuk menahan putrinya. Maka ‘Ali berkata, “Saya akan menyuruh anak saya mendatangimu, jika dia ridho maka dia adalah istrimu”. Maka diapun mengutus putrinya lalu ‘Umar mendatanginya lalu menyingkap betisnya, maka putri dari ‘Ali berkata, “Turunkan, seandainya kamu bukan amirul mu`minin (pemimpin kaum mu`minin) maka saya akan menampar lehermu”. 3. Hukum nazhor tanpa sepengetahuan wanita yang bersangkutan. Yang merupakan pendapat Imam Empat kecuali Imam Malik bahwasanya boleh melakukan nazhor kepada calon pinangan dengan seizin atau tanpa izin dari wanita tersebut, hal ini dinukil oleh Imam An-Nawawy dalam Al-Majmu’: 16/138. Imam Ibnu Qudamah berkata, “Tidak mengapa melihat wanita tersebut dengan izinnya atau tanpa izinnya, karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan untuk melihat dan memutlakkannya”. (Al-Mughny: 9/489) 2. Berpenampilan sederhana dalam melamar. Tidak diperbolehkan bagi pelamar untuk takalluf (membebani diri) dengan memakai pakaian yang sangat indah serta parfum yang sangat harum. Hal ini karena kesediaan seorang wanita untuk dinazhor, sama sekali bukanlah tanda akan keridhoan dari kedua belah pihak, dan sangat mungkin sang wanita akan terfitnah dengan penampilan lelaki tersebut sehingga menimbulkan perkara-perkara yang tidak terpuji, khususnya jika pelamarannya ditolak oleh salah satu pihak. Dan yang merupakan tuntunan salaf dalam hal ini adalah sebagaimana yang diceritakan oleh ‘Abdullah bin Thowus bahwa ayahnya berkata kepadanya mengenai wanita yang hendak dinikahi oleh anaknya, “Pergilah engkau melihatnya”. ‘Abdullah berkata, “Maka sayapun memakai pakaian (yang indah), lalu memakai minyak dan bergaya”, maka tatkala Thowus melihat anaknya berpenampilan seperti itu, dia berkata, “Duduklah kamu”, beliau benci melihat anaknya melakukan nazhor dengan penampilan seperti itu. (Riwayat ‘Abdurrozzaq dalam Al-Mushonnaf: 6/157 dengan sanad yang shohih) 3. Boleh bagi wanita yang akan dinazhor untuk berhias sekedarnya. Dari Subai’ah Al-Aslamiyah -radhiallahu ‘anha- bahwa dulunya beliau adalah istri dari Sa’ad bin Khaulah lalu suaminya wafat (suami beliau wafat sedangkan beliau dalam keadaan hamil, sebagaimana yang nampak dari kisah) dalam haji wada’ dan beliau (suaminya) adalah badry (pasukan perang badar). Dan beliau melahirkan sebelum 4 bulan 10 hari dari hari wafatnya suami beliau. Maka setelah itu, beliau ditemui oleh Abus Sanabil bin Ba’kak tatkala beliau sudah selesai nifas dalam keadaan beliau (Subai’ah) memakai celak mata -dalam sebagian riwayat, maka salah seorang dari kerabat suamiku menemuiku dalam keadaan saya sudah memakai khidhob dan berhias”-. Maka dia (Abus Sanabil) berkata kepadanya, “Kuasailah dirimu -atau ucapan semisalnya- mungkin kamu sudah mau menikah lagi, sesungguhnya waktunya adalah 4 bulan 10 hari dari hari wafatnya suamimu. Beliau (Subai’ah) berkata, “Maka saya mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan saya ceritakan kepada beliau apa yang dikatakan oleh Abus Sanabil bin Ba’kak, maka beliau bersabda: قَدْ حَلَلْتِ حِيْنَ وَضَعْتِ حَمْلَكِ “Engkau telah halal (untuk menikah) ketika engkau melahirkan”. (HR. Ahmad: 6/432 dengan sanad yang shohih.) ‘Amr bin ‘Abdil Mun’im berkata menjelaskan batasan dari berhias, “Telah berlalu dalam hadits Subai’ah penjelasan mengenai sifat berhias bahwa hiasannya tidak boleh melewati dari sekedar celak mata dan khidhob. Maka tidak boleh bagi seorang wanita berhias untuk pelamarnya melebihi hal tersebut dengan menggunakan make up (arab: masahiqul mikyaj) atau memakai parfum dan wewangian atau yang sejenisnya berupa hiasan yang besar (arab: mugollazhoh). Akan tetapi dia hanya terbatas menggunakan celak mata dan khidhob saja, karena perhiasan selain keduanya sangat terlarang dinampakkan di depan orang yang bukan mahramnya”. (Adabul Khitbah waz Zifaf hal. 23) 4. Beristikhoroh. Jika proses nazhor sudah selesai, maka disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan sholat istikhoroh, berharap taufik dan petunjuk dari Allah -Subhanahu wa Ta’ala-. Hal ini ditunjukkan dalam kisah pengutusan Zaid bin Haritsah oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- untuk melamar Zainab -radhiallahu ‘anha-, maka Zainab berkata: مَا أَنَا بِصَانِعَةٍ شَيْئًا حَتَّى أَوَامِرِ رَبِّي “Saya tidak akan melakukan sesuatu apapun kecuali dengan perintah Tuhanku”. Maka beliaupun (Zainab) berdiri dan melaksanakan sholat di mesjidnya”. (HR. Muslim: 2/1048 dari Anas bin Malik) Imam An-Nasa`iy memberikan judul bab untuk hadits ini dalam Sunannya (6/79), “Sholatnya seorang wanita jika dia dilamar dan dia beristikhoroh kepada Tuhannya”. Adapun kaifiat dan do’a sholat istikhoroh, maka hal ini disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah -radhiallahu ‘anhu- secara marfu’: إِذَا هَمَّ أَحَدُكُمْ بِالْأَمْرِ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ مِنْ غَيْرِِ الْفَرِيْضَةِ، ثُمَّ لَيَقُلْ: ((اَلَّلهُمَّ إِنِّي أَسْتَخِيْرُكَ بِعِلْمِكَ، وَأَسْتَقْدِرُكَ بِقُدْرَتِكَ، وَأَسْأَلُكَ مِنْ فَضْلِكَ الْعَظِيْمِ، فَإِنَّكَ تَقْدْرُ وَلاَ أَقْدِرُ, وَتَعْلَمُ وَلاَ أَعْلَمُ، وَأَنْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ. الَلَّهُمَّ إِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنَّ هَذَا الْأَمْرَ خَيْرٌ لِي فِي دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلَ أَمْرِيْ وَآجِلَهُ- فَاقْدُرْهُ لِي، وَيَسِّرْهُ لِي, ثُمَّ بَارِكْ لِي فِي دِيْنِي وَمَعَاشِيْ وَعَاقِبَةِ أَمْرِيْ -أَوْ قَالَ: عَاجِلَ أَمْرِيْ وَآجِلَهُ- فَاصْرِفْهُ عَنِّي، وَاصْرِفْنِي عَنْهُ, وَاقْدُرْ لِي الْخَيْرِ حَيْثُ كَانَ، ثُمَّ أَرْضِنِيْ بِهِ. “Jika salah seorang di antara kalian sudah berniat melakukan suatu perkara, maka hendaknya dia melakukan sholat 2 raka’at yang bukan sholat wajib, setelah sholat hendaknya dia bedo’a, [“Ya Allah, saya beristikhoroh kepada-Mu dengan ilmu-Mu, dan saya meminta kemampuan kepad-Mu dengan kemampuan-Mu, dan saya meminta keutamaan-Mu yang Maha Agung. Karena sesungguhnya Engkaulah yang menakdirkan dan saya tidak menakdirkan, Engkau Maha Mengetahui sedang saya tidak mengetahui, dan Engkau Maha Mengetahui yang ghoib. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa perkara ini baik bagiku untuk agamaku, untuk kehidupanku, dan untuk akhir perkaraku -atau beliau berkata, “untuk perkaraku cepat atau lambat”- maka takdirkanlah hal itu untukku, permudahlah untukku, kemudian berkahilah aku di dalamnya”. Jabir berkata, “Kemudian dia menyebutkan keperluannya”. (HR. Al-Bukhari: 3/58-Al-Fath) 5. Sederhana dalam mahar. Jika proses nazhor sudah selesai dan kedua belah pihak telah saling meridhoi, maka berarti sang wali telah menunaikan kewajibannya dengan baik. Kemudian setelah itu, hendaknya wali tersebut berbuat baik kepada wanita yang dia perwalikan dengan cara mempermudah proses pernikahan dan tidak memasang target mahar yang tinggi, karena sesungguhnya keberkahan seorang wanita terletak pada murahnya maharnya. Sesungguhnya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sangat membenci dan menegur keras seorang wali yang menetapkan mahar terlalu tinggi, dalam sabda beliau kepada seorang lelaki yang akan menikahi seprang wanita Anshor, dan dia mengabarkan kepada Nabi bahwa maharnya 4 ‘awaq. Maka beliau bersabda: عَلَى أَرْبَعَةٍ أَوَاقٍ؟! كَأَنَّمَا تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ عُرْضِ هَذَا الْجَبَلِ “Engkau menikahinya dengan mahar 4 ‘awaq?! Seakan-akan kalian memahat (baca: mengambil) perak dari gunung ini.” (HR. Muslim: 2/1040 dari Abu Hurairah) Kemarahan beliau ini wajar, karena mahar yang tinggi akan sangat menyulitkan bagi pihak lelaki, karena seorang lelaki itu menikah dengan tujuan untuk mendapatkan ketenangan dan ketentraman bukan bertujuan agar dia menanggung utang yang banyak. Dan sungguh telah ada suri tauladan yang baik pada diri Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tatkala beliau menikahkan seorang wanita dengan seorang lelaki dari kalangan sahabat beliau dengan mahar hafalan dan pengajaran Al-Qur`an dari lelaki tersebut. (Hal ini disebutkan dalam hadits Sahl bin Sa’ad As-Sa`idy riwayat Al-Bukhari: 3/369 dan Muslim: 2/1041) sumber : http://al-atsariyyah.com/adab-adab-melamar.html
Read More..

Hukum-Hukum Sebelum Pelamaran

Sebelum melakukan pelamaran, seorang lelaki hendaknya memperhatikan beberapa perkara berikut sebelum menentukan wanita mana yang hendak dia lamar. Hal ini selain berguna untuk melancarkan proses pelamaran nantinya, juga bisa mencegah terjadinya perkara-perkara yang tidak diinginkan antara kedua belah pihak. Berikut penyebutan perkara-perkara tersebut: 1. Tidak boleh melamar wanita yang telah lebih dahulu dilamar oleh saudaranya sesama muslim. Hal ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-: لاَ يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيْهِ “Tidak boleh seorang lelaki melamar di atas lamaran saudaranya”. (HR. Al-Bukhari: 3/373-Al-Fath) Dalam hadits Ibnu Umar secara marfu’: حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ, أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ “Kecuali jika pelamar pertama meninggalkan lamarannya atau dia (pelamar pertama) mengizinkan dirinya”. (HR. Al-Bukhari: 3/373 – Al-Fath) Batasan dari larangan ini adalah kapan diketahui bahwa pelamar pertama telah meridhoi (baca: setuju dengan) wanita tersebut dan demikian pula sebaliknya maka tidak boleh bagi orang lain untuk melamar wanita tersebut. Jika tidak diketahui hal itu atau bahkan diketahui bahwa salah satu pihak tidak meridhoi pihak lainnya maka boleh ketika itu orang lain untuk melamar wanita tersebut. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada sahabiyah Fathimah bintu Qois, tatkala dia sudah lepas dari ‘iddah thalaqnya, maka Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm bersamaan melamarnya. (Kisahnya diriwayatkan oleh Imam Muslim: 3/1114 dan 4/2261) Catatan: Sebagian ulama membolehkan seseorang melamar wanita yang telah dilamar jika pelamar pertama adalah orang fasik atau ahli bid’ah, wallahu A’lam. 2. Hendaknya masing-masing baik pihak pria maupun wanita memperhatikan hal-hal berikut: a. Kesholehan. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ‘anhu- bahwa Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا, وَلْحَسَبِهَا, وَلِجَمَالِهَا, وَلِدِيْنِهَا, فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدَّيْنِ “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka pilihlah wanita yang bagus agamanya”. Karenanya, hendaknya dia memilih wanita yang taat kepada Allah dan bisa menjaga dirinya dan harta suaminya baik ketika suaminya hadir maupun tidak. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda tatkala beliau ditanya tentang wanita yang paling baik: اَلَّتِيْ تُطِيْعُ إِذَا أُمِرَ، وَتَسُرُّ إِذَا نُظِرَ، وَتَحْفَظُهُ فِيْ نَفْسِهَا وَمَالِهِ “Wanita yang taat jika disuruh, menyenangkan jika dilihat, serta yang menjaga dirinya dan harta suaminya”. (HR. Ahmad: 4/341) Bahkan Allah -Ta’ala- berfirman: الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta`at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka menta`atimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An-Nisa`: 34) Qonitat, Sufyan Ats-Tsaury -rahimahullah- berkata, “Yakni wanita-wanita yang mentaati Allah dan mentaati suami-suami mereka”. (Riwayat Ibnu Jarir dalam Tafsirnya (5/38) dengan sanad yang shohih) Dan Imam Qotadah bin Di’amah berkata menafsirkan “hafizhotun …”, “Wanita-wanita yang menjaga hak-hak Allah yang Allah bebankan atas mereka serta wanita-wanita yang menjaga (dirinya) ketika suaminya tidak ada di sisinya”. (Riwayat Ibnu Jarir dalam Tafsirnya (5/39) dengan sanad yang shohih) Karenanya pula dilarang menikah dengan orang yang yang tidak menjaga kehormatannya, yang jika pasangannya tidak ada di sisinya dia tidak bisa menjaga kehormatannya, semacam pezina (lelaki dan wanita) atau wanita yang memiliki PIL (pria idaman lain) dan sebaliknya. Imam Al-Hasan Al-Bashry -rahimahullah- berkata: لاَ تَحِلُّ مُسَافَحَةٌ وَلاَ ذَاتُ خَدَنٍ لِمُسْلِمٍ “Tidak halal bagi seorang muslim (untuk menikahi) al-musafahah (pezina) dan dzati khadanin”. (Riwayat Said bin Manshur dalam As-Sunan (5/8) dengan sanad yang shohih) Dzatul Khadanin adalah wanita yang mempunyai pacar atau teman dekat (TTM) ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-’Ash -radhiallahu ‘anhuma- berkata: أَنَّ أَبَا مَرْثَدِ الْغَنَوِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُهُ أَنْ يَنْكِحَ اِمْرَأَةً بَغِيًّا كَانَتْ صَدِيْقَتَهُ فِيْ الْجَاهِلِيَّةِ تُدْعَى عَنَاقُ. فَسَكَتَ عَنْهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَنَزَلَ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى: ((اَلزَّانِيَةُ لاَ يَنْكِحُهَا إِلاَ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ)). فَدَعَاهُ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَرَأَهَا عَلَيْهِ، وَقَالَ لَهُ: ((لاَ تَنْكِحْهَا)) “Sesungguhnya Abu Martsad Al-Ghanawy -radhiallahu ‘anhu- datang menemui Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- meminta izin kepada beliau untuk menikahi seorang wanita pezina yang dulunya wanita itu adalah temannya saat jahiliyah yang bernama ‘Anaq. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- diam lalu turunlah firman Allah -Ta’ala-, “Pezina wanita, tidak ada yang boleh menikahinya kecuali pezina laki-laki atau musyrik laki-laki” (QS. An-Nur ayat 3). Maka Nabi -shallallahu ‘alaihi wasallam- memanggilnya lalu membacakan ayat itu kepadanya dan beliau bersabda, “Jangan kamu nikahi dia”. (HR. Imam Empat kecuali Ibnu Majah dengan sanad yang hasan) Demikian pula dibenci menikahi orang yang fasik atau ahli bid’ah, berdasarkan keumuman sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dalam hadits Abu Hurairah di atas. b. Subur lagi penyayang, karenanya dibenci menikah dengan lelaki atau wanita yang mandul. Dari hadits Ma’qil bin Yasar -radhiallahu ‘anhu-, beliau berkata: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, فَقََالَ: إِنِّيْ أَحْبَبْتُ امْرَأَةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ، وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ، أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟ قَالَ: ((لاَ)). ثَمَّ أَتَاَهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ، فَقَالَ: ((تَزَوَّجُوْا الْوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ، فَإِنَّيْ مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأُمَمُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ)). “Pernah datang seorang lelaki kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- lalu berkata, “Saya menyenangi seorang wanita yang memiliki keturunan yang baik lagi cantik hanya saja dia tidak melahirkan (mandul), apakah saya boleh menikahinya?”, beliau menjawab, “tidak boleh”. Kemudian orang ini datang untuk kedua kalinya kepada beliau (menanyakan soal yang sama) maka beliau melarangnya. Kemudian dia datang untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda: “Nikahilah wanita-wanita yang penyayang lagi subur, karena sesungguhnya saya berbangga dengan banyaknya jumlah kalian pada Hari Kiamat”. (HR. Abu Daud no. 2050 dan An-Nasa`i: 6/65) An-Nasa`i -rahimahullah- memberikan judul bab untuk hadits ini dengan ucapannya, “Bab: Makruhnya menikahi orang yang mandul”. c. Hendaknya memilih wanita yang masih perawan. Hal ini berdasarkan Jabir bin ‘Abdillah -radhiallahu ‘anhu- bahwasanya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bertanya kepadanya, “Wanita apa yang kamu nikahi?”, maka dia menjawab, “Saya menikahi seorang janda”, maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: فَهَلاَّ جَارِيَةً تُلاَعِبُهَا وَتُلاَعِبُكَ “Tidakkah kamu menikahi wanita yang perawan?! yang kamu bisa bermain dengannya dan dia bisa bermain denganmu?!” (HR. Al-Bukhari: 3/240 – Al-Fath dan Muslim: 2/1078) 3. Hendaknya wali dari seorang wanita menikahkan walinya dengan lelaki yang sebaya dengannya, maka janganlah dia menikahkan wanita yang masih muda dengan lelaki yang sudah berumur. Dari Buraidah ibnul Hushoib -radhiallahu ‘anhu- beliau berkata, “Abu Bakr dan ‘Umar -radhiallahu ‘anhuma- pernah melamar Fathimah (anak Nabi), maka Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: إِنَّهَا صَغِيْرَةٌ “Sesungguhnya dia masih muda”. Kemudian Fathimah dilamar oleh ‘Ali maka beliau (Nabi) menikahkannya”. (HR. An-Nasa`i: 6/62 dengan sanad yang hasan) 4. Boleh bagi seorang lelaki untuk menawarkan putrinya atau saudarinya atau wanita yang ada di bawah perwaliannya kepada seorang lelaki yang sholih. Akan datang penjelasannya dalam artikel setelah ini. 5. Hendaknya wali seorang wanita menikahkan wanita yang dia wakili dengan lelaki yang baik dan tampan, dan dia tidak menikahkannya dengan orang yang jelek kecuali dengan seizin wanita tersebut. Imam Ibnul Jauzy -rahimahullah- berkata, “Disunnahkan bagi orang yang akan menikahkan putrinya untuk mencari pemuda yang indah rupanya, karena wanita juga menyenangi apa yang disenangi oleh lelaki (berupa keindahan wajah-pent.)” Lihat Ahkamun Nisa` hal. 203. Dan telah diriwayatkan sebuah atsar dari ‘Umar bin Khoththob dalam masalah ini, hanya saja dalam sanadnya ada kelemahan. Demikian pula dia jangan menikahkan putrinya kepada orang yang diduga kuat tidak akan memenuhi kewajibannya berupa memberi nafkah kepada keluarganya. Sebagaimana ketidaksetujuan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tatkala Fathimah bintu Qois dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan: أَمَّا مُعَاوِيَةَ فَرَجُلٌ تَرِبٌ لاَ مَالَ لَهُ “Adapun Mu’awiyah, maka dia adalah lelaki yang sangat miskin lagi tidak mempunyai harta sama sekali”. (HR. Muslim: 2/1114 dan 4/2261) Demikian halnya jika yang melamar anaknya adalah seorang yang dianggap tidak baik pergaulannya dalam berkeluarga, sebagaimana komentar Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- terhadap Abu Jahm yang juga melamar Fathimah bintu Qois: وَأَمَّا أَبُوْ جَهْمٍ فَرَجُلٌ ضَرَّابٌ لِلنِّسَاءِ “Adapun Abu Jahm, maka dia adalah orang yang sering memukuli istrinya” (HR. Muslim: 2/1114 dan 4/2261) Demikian beberapa hukum-hukum sebelum pelamaran yang bisa kami paparkan, semoga bisa bermanfaat. sumber : http://al-atsariyyah.com/hukum-hukum-sebelum-pelamaran.html
Read More..

Kemungkaran-Kemungkaran Dalam Pelamaran

Sebagai pelengkap pembahasan, kami akan menyebutkan beberapa kemungkaran yang biasa terjadi dalam fase pelamaran. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan, mengingat kemungkaran-kemungkaran ini sangat sering terjadi dan tidak diragukan merupakan wasilah menuju perzinahan -wal’iyadzu billah-. Di antara kemungkaran-kemungkaran tersebut adalah: 1. Seorang lelaki menazhor seorang wanita tanpa seizin dari wali wanita tersebut. 2. Terjadinya khalwat dalam proses nazhor, dimana sang wanita berduaan dengan lelaki yang akan melihatnya. 3. Terjadinya ikhtilat dalam proses nazhar, dimana lelaki pelamar ditemani nazhar oleh lelaki lain yang sudah menikah. Lalu mereka beralasan bahwa mahram dari wanita yang akan dinazhar adalah istri dari lelaki yang menemaninya itu. Ini jelas merupakan kebodohan dalam memahami makna mahram. Karena yang dimaksud dengan mahram di sini adalah lelaki dewasa yang haram menikah dengan wanita itu selama-lamanya. Dan lebih aneh lagi dia membiarkan calon istrinya dilihat oleh lelaki yang menemaninya itu, dan istri lelaki itu juga merelakan suaminya melihat wanita lain. Subhanallah, betapa bodohnya mereka sehingga dipermainkan oleh setan. 4. Mengadakan ritual saling mengikat antara seorang lelaki dan wanita sebelum pernikahan, yang ini sering dikenal dengan ritual ‘tunangan’. 5. Mondar-mandirnya seorang lelaki ke rumah wanita yang sudah dia lamar, berduaan dengannya dan keluar bersamanya. Telah berlalu dalil akan haramnya seorang lelaki berkhalwat (berduaan) dengan wanita yang bukan mahramnya. Karena seorang wanita, walaupun dia telah dilamar oleh seorang lelaki dan telah disetujui oleh kedua belah pihak tetap lelaki tersebut bukanlah mahramnya sampai mereka berdua menikah, walaupun lelaki tersebut adalah keluarga dekatnya, seperti sepupunya. 6. Terjadinya perbincangan antara keduanya tanpa ada hal yang mengharuskan mereka untuk berbincang, terlebih lagi jika perbincangannya dilakukan melalui telepon dan yang semisalnya, karena kebanyakan isi perbincangan mereka merupakan perkara yang tidak halal mereka perbincangkan sebelum keduanya menikah. Hal ini diperparah jika sang wanita melembutkan suara dan cara berbicaranya, karena dari sinilah awal munculnya berbagai macam bentuk perzinahan. Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman memerintahkan kaum mu`minah: يَانِسَاءَ النَّبِيِّ لَسْتُنَّ كَأَحَدٍ مِنَ النِّسَاءِ إِنِ اتَّقَيْتُنَّ فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلًا مَعْرُوفًا “Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik”. (QS. Al-Ahzab: 32) 7. Seorang lelaki mengunjungi wanita yang telah dia lamar/tunangannya dengan alasan mau mengajarinya Al-Qur`an atau ilmu-ilmu agama lainnya. Syaikh Ibnu ‘Utsaimin -rahimahullah- pernah ditanya dengan nash pertanyaan sebagai berikut, “Saya telah melamar seorang wanita, dan saya telah membantunya menghafal 20 juz dari Al-Qur`an -walhamdulillah- selama fase pertunangan. Saya duduk bersamanya (mengajarinya) dengan keberadaan mahram di sisinya, dan dia juga konsisten dengan hijab yang syar’iy -walhamdulillah-. Pembicaraan kami tidak pernah keluar dari masalah agama atau membaca Al-Qur`an, waktu kunjunganpun singkat. Maka apakah dalam perbuatan saya ini adalah perkara yang dilarang secara syar’iy?”. Maka Syaikh menjawab, “Ini tidak boleh (dilakukan), karena perasaan seorang lelaki ketika dia duduk bersama wanita yang telah dia lamar/tunangannya biasanya akan menimbulkan kejolak syahwat, sedangkan (perasaan) bergejolaknya syahwat kepada selain istri dan budak adalah diharamkan. Dan semua perkara yang bisa mengantarkan kepada yang haram maka dia juga haram”. 8. Mengundur pernikahan setelah proses pelamaran selesai dan disetujui oleh kedua belah pihak atau panjangnya waktu pertunangan. Baik dikarenakan masih ada syarat yang belum dipenuhi oleh pihak lelaki, atau karena menunggu selesainya pendidikan salah satunya atau keduanya atau dengan alasan yang sering dilontarkan oleh kebanyakan orang yakni “sampai keduanya sudah saling mengenal satu dengan yang lainnya”. Semua ini adalah alasan yang tidak syar’iy, karena bisa menimbulkan kerusakan di kemudian hari. Maka yang wajib diperhatikan adalah hendaknya setiap lelaki yang mau melamar seorang wanita haruslah sudah memiliki persiapan berkenaan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan sebelum dan setelah pernikahan, sehingga dia tidak menunggu lagi setelah disetujuinya pelamaran kecuali langsung mengadakan pernikahan, wallahul muwaffiq. http://al-atsariyyah.com/kemungkaran-kemungkaran-dalam-pelamaran.html
Read More..

Menuntut Ilmu di Masa Muda

Keutamaan menuntut ilmu sangat banyak disebutkan dalam ayat-ayat maupun hadits-hadits shahih. Bahkan sampai di dalam hadits yang dho’if dan palsu, seperti berikut, أَيُّمَا نَاشِئٍ نَشَأَ فِيْ طَلَبِ الْعِلْمِ وَالْعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبُرَ وَهُوَ عَلَى ذَلِكَ أَعْطَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِيْنَ صِدِّيْقًا "Anak muda mana pun yang tumbuh dalam menuntut ilmu, dan ibadah sampai ia menjadi tua, sedangkan dia masih tetap di atas hal itu, maka Allah akan memberikannya pada hari kiamat pahala 72 orang shiddiqin". [HR.Tamam Ar-Raziy dalam Al-Fawaid (2428), Ibnu Abdil Barr dalam Jami' Al-Ilm (1/82)]. Namun hadits ini derajatnya adalah dho’if jiddan (lemah sekali), bahkan boleh jadi hadits ini palsu, karena di dalamnya ada rawi yang bernama Yusuf bin Athiyyah. Dia adalah seorang yang mungkarul hadits. Bahkan An-Nasa’iy menilainya matruk (ditinggalkan karena biasa berdusta atas nama manusia). Karenanya Syaikh Al-Albaniy menghukumi hadits ini dho’if jiddan dalam Adh-Dho’ifah (700). 

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 45 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) Dicopas dari :http://almakassari.com/artikel-islam/hadits/menuntut-ilmu-di-masa-muda.html
Read More..

Jeritan Anak Muda

Siang datang bukan untuk mengejar malam, malam tiba bukan untuk mengejar siang. Siang dan malam datang silih berganti dan takkan pernah kembali lagi. Menanti adalah hal yang paling membosankan, apalagi jika menanti sesuatu yang tidak pasti. Sementara waktu berjalan terus dan usia semakin bertambah, namun satu pertanyaan yang selalu mengganggu "Kapan aku menikah??". Resah dan gelisah kian menghantui hari-harinya. Manakala usia telah melewati kepala tiga, sementara jodoh tak kunjung datang. Apalagi jika melihat disekitarnya, semua teman-teman seusianya, bahkan yang lebih mudah darinya telah naik ke pelaminan atau sudah memiliki keturunan. Baginya, ini suatu kenyataan yang menyakitkan sekaligus membingungkan. Menyakitkan tatkala masyarakat memberinya gelar sebagai "bujang lapuk" atau"perawan tua" , "tidak laku".Membingungkan tatkala tidak ada yang mau peduli dan ambil pusing dengan masalah yang tengah dihadapinya. Apalagi anggapan yang berkembang di kalangan wanita, bahwa semakin tua usia akan semakin sulit mendapatkan jodoh. Sehingga menambah keresahan dan mengikis rasa percaya diri. Sebagian wanita yang masih sendiri terkadang memilih mengurung diri dan hari-harinya dihabiskan dengan berandai-andai. Ini adalah kenyataan yang tidak dapat dipungkiri sebab hal ini bisa saja terjadi pada saudari kita, keponakan, sepupu atau keluarga kita. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini, tingginya batas mahar dan uang nikah yang ditetapkan. Hal ini banyak terjadi dinegeri kita -khususnya di daerah sulawesi-. Telah banyak kisah para pemuda yang sudah ingin sekali menikah, mundur dari lamarannya hanya karena tidak mampu menghadapi mahar yang ditetapkan. Setan pun mendapatkan celah untuk menggelincirkan anak-anak Adam sehingga melakukan perkara-perkara terlarang mulai dari kawin lari sampai pada perbuatan-perbuatan yang hina (zina), bahkan sampai menghamili sebagai solusi dari semua ini. Padahal agama yang mulia ini telah menjelaskan bahwa jangankan zina, mendekati saja diharamkan, "Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.". (QS. Al-Israa’:32 ) Al-Allamah Muhammad bin Ali Asy-Syaukaniy-rahimahullah- berkata, "Di dalam larangan dari mendekati zina dengan cara melakukan pengantar-pengantarnya terdapat larangan dari zina –secara utama-, karena sarana menuju sesuatu, jika ia haram, maka tujuan tentunya haram menurut konteks hadits".[Lihat Fathul Qodir (3/319)] Pembaca yang budiman, sesungguhnya islam adalah agama yang mudah; Allah I telah anugerahkan kepada manusia sebagai rahmat bagi mereka. Hal ini nampak jelas dari syari’at-syari’at dan aturan yang ada di dalamnya, dipenuhi dengan rahmat, kemurahan dan kemudahan. Allah I telah menegaskan di dalam kitab-Nya yang mulia, "Thaahaa. Kami tidak menurunkan Al Quran Ini kepadamu agar kamu menjadi susah; Tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah)". (QS.Thohaa :1-3) Allah I berfirman "Allah tidak menghendaki menyulitkan kalian, tetapi Dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur."(QS. : Al-Maidah: 6) Namun sangat disayangkan kalau kemudahan ini, justru ditinggalkan. Malah mencari-cari sesuatu yang sukar dan susah sehingga memberikan dampak negatif dalam menghalangi kebanyakan orang untuk menikah, baik dari kalangan lelaki, maupun para wanita, dengan meninggikan harga uang pernikahan dan maharnya yang tak mampu dijangkau oleh orang yang datang melamar. Akhirnya seorang pria membujang selama bertahun-tahun lamanya, sebelum ia mendapatkan mahar yang dibebankan. Sehingga banyak menimbulkan berbagai macam kerusakan dan kejelekan, seperti menempuh jalan berpacaran. Padahal pacaran itu haram, karena ia adalah sarana menuju zina. Bahkan ada yang menempuh jalan yang lebih berbahaya, yaitu jalan zina !! Di sisi yang lain, hal tersebut akan menjadikan pihak keluarga wanita menjadi kelompok materealistis dengan melihat sedikit banyaknya mahar atau uang nikah yang diberikan. Apabila maharnya melimpah ruah, maka merekapun menikahkannya dan mereka tidak melihat kepada akibatnya; orangnya jelek atau tidak yang penting mahar banyak !! Jika maharnya sedikit, merekapun menolak pernikahan, walaupun yang datang adalah seorang pria yang diridhoi agamanyadan akhlaknya serta memiliki kemampuan menghidupi istri dan anak-anaknya kelak. Padahal Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-telah mamperingatkan, إِذَا أَتَاكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ خُلُقَهُ وَدِيْنَهُ فَزَوِّجُوْهُ . إِلَّا تَفْعَلُوْا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِيْ الْأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيْضٌ "Jika datang seorang lelaki yang melamar anak gadismu, yang engkau ridhoi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah (musibah) dan kerusakan yang merata dimuka bumi "[HR.At-Tirmidziy dalam Kitab An-Nikah(1084 & 1085), dan Ibnu Majah dalam Kitab An-Nikah(1967). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (1022)] Jadi, yang terpenting dalam agama kita adalah ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, bukan sekedar kekayaan dan kemewahan. Sebuah rumah yang berhiaskan ketaqwaan dan kesholehan dari sepasang suami istri adalah modal surgawi, yang akan melahirkan kebahagian, kedamaian, kemuliaan, dan ketentraman. Namun sangat disayangkan sekali, realita yang terjadi di masyarakat kita, jauh dari apa yang dituntunkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Hanya karena perasaan "malu" dan "gengsi" hingga rela mengorbankan ketaatan kepada Allah; tidak merasa cukup dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan dalam syari’at-Nya. Mereka melonjakkan biaya nikah, dan mahar yang tidak dianjurkan di dalam agama yang mudah ini. Akhirnya pernikahan seakan menjadi komoditi yang mahal, sehingga menjadi penghalang bagi para pemuda untuk menyambut seruan Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ "Wahai para pemuda! Barang siapa diantara kalian yang telah mampu, maka menikahlah, karena demikian (nikah) itu lebih menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu, maka berpuasalah, karena puasa akan menjadi perisai baginya". [HR. Al-Bukhoriy (4778), dan Muslim (1400), Abu Dawud (2046), An-Nasa'iy (2246)] Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- telah menganjurkan umatnya untuk mempermudah dan jangan mempersulit dalam menerima lamaran dengan sabdanya, مِنْ يُمْنِ الْمَرْأَةِ تَسْهِيْلُ أَمْرِهَا وَقِلَّةُ صَدَاقِهَا "Diantara berkahnya seorang wanita, memudahkan urusan (nikah)nya, dan sedikit maharnya". [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (24651), Al-Hakim dalam Al-Mustadrok (2739), Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14135), Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4095), Al-Bazzar dalam Al-Musnad (3/158), Ath-Thobroniy dalam Ash-Shoghir (469). Di-hasan-kan Al-Albaniy dalam Shohih Al-Jami' (2231)] Oleh karena itu, pernah seseorang datang kepada Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- seraya berkata,"Sesungguhnya aku telah menikahi seorang wanita." Beliau bersabda, "Engkau menikahinya dengan mahar berapa?" orang ini berkata:"empat awaq (yaitu seratus enam puluh dirham)". Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda: عَلَى أَرْبَعِ أَوَاقٍ ؟ كَأَنَّمَا تَنْحِتُوْنَ الْفِضَّةَ مِنْ عَرْضِ هَذَا الْجَبَلِ مَا عِنْدَنَا مَا نُعْطِيْكَ وَلَكِنْ عَسَى أَنْ نَبْعَثَكَ فِيْ بَعْثٍ تُصِيْبُ مِنْهُ "Dengan empat awaq (160 dirham)? Seakan-akan engkau telah menggali perak dari sebagian gunung ini. Tidak ada pada kami sesuatu yang bisa kami berikan kepadamu. Tapi mudah-mudahan kami dapat mengutusmu dalam suatu utusan (penarik zakat) ; engkau bisa mendapatkan (empat awaq tersebut)". [HR, Muslim(1424)]. Al-Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syarof An-Nawawiy-rahimahullah- berkata tentang sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- yang kami huruf tebalkan, "Makna ucapan ini, dibencinya memperbanyak mahar hubungannya dengan kondisi calon suami".[Lihat Syarh Shohih Muslim (6/214)] Perkara meninggikan mahar, dan mempersulit pemuda yang mau menikah, ini telah diingkari oleh Umar -radhiyallahu ‘anhu-. Umar -radhiyallahu ‘anhu- berkata, أَلَا لَا تَغَالُوْا بِصُدُقِ النِّسَاءِ فَإِنَّهَا لَوْ كَانَتْ مَكْرَمَةً فِيْ الدُّنْيَا أَوْ تَقْوًى عِنْدَ اللهِ لَكَانَ أَوْلَاكُمْ بِهَا النََّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا أَصْدَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَأَةً مِنْ نِسَائِهِ وَلَا أُصْدِقَتْ اِمْرَأَةٌ مِنْ بَنَاتِهِ أَكْثَرَ مِنْ ثِنْتَيْ عَشَرَ أُوْقِيَةٌ "Ingatlah, jangan kalian berlebih-lebihan dalam memberikan mahar kepada wanita karena sesungguhnya jika hal itu adalah suatu kemuliaan di dunia dan ketaqwaan di akhirat, maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang palimg berhak dari kalian. Tidak pernah Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memberikan mahar kepada seorang wanitapun dari istri-istri beliau dan tidak pula diberi mahar seorang wanitapun dari putri-putri beliau lebih dari dua belas uqiyah (satu uqiyah sama dengan 40 dirham)" .[HR.Abu Dawud (2106), At-Tirmidzi(1114),Ibnu Majah(1887), Ahmad(I/40&48/no.285&340). Di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3204)] Pembaca yang budiman, pernikahan memang memerlukan materi, namun itu bukanlah segala-galanya, karena agungnya pernikahan tidak bisa dibandingkan dengan materi. Janganlah hanya karena materi, menjadi penghalang bagi saudara kita untuk meraih kebaikan dengan menikah. Yang jelas ia adalah seorang calon suami yang taat beragama, dan mampu menghidupi keluarganyanya kelak. Sebab pernikahan bertujuan menyelamatkan manusia dari perilaku yang keji (zina), dan mengembangkan keturunan yang menegakkan tauhid di atas muka bumi ini. Oleh karena itu, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- perkah bersabda, ثَلَاثَةٌ كُلُّهُمْ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُ الْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتَبُ الَّذِيْ يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِيْ يُرِيْدُ التَّعَفُّفَ "Ada tiga orang yang wajib bagi Allah untuk menolongnya: Orang yang berperang di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang menikah yang ingin menjaga kesucian diri". [HR. At-Tirmidziy (1655), An-Nasa'iy (3120 & 1655), Ibnu Majah (2518). Di-hasan-kan oleh Al-Albaniy dalam Takhrij Al-Misykah (3089)] Orang tua yang bijaksana tidak akan tentram hatinya sebelum ia menikahkan anaknya yang telah cukup usia. Karena itu adalah tanggung-jawab orang tua demi menyelamatkan masa depan anaknya. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran orang tua semua untuk saling tolong-menolong dalam hal kebaikan. Ingatlah sabda Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- إِنَّ الدِّيْنَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّيْنَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ "Agama adalah mudah dan tidak seorangpun yang mempersulit dalam agama ini, kecuali ia akan terkalahkan". [HR. Al-Bukhary (39), dan An-Nasa'iy(5034)] Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- memerintahkan umatnya untuk menerapkan prinsip islam yang mulia ini dalam kehidupan mereka sebagaimana dalam sabda Beliau, يَسِّرُوْا وَلَا تُعَسِّرُوْا وَبَشِّرُوْا وَلَا تُنَفِّرُوْا "permudahlah dan jangan kalian mempersulit, berilah kabar gembira dan jangan kalian membuat orang lari". [HR.Al-Bukhary(69& 6125), dan Muslim(1734)] Syaikh Al-Utsaimin-rahimahullah- berkata, "Kalau sekiranya manusia mencukupkan dengan mahar yang kecil, mereka saling tolong menolong dalam hal mahar(yakni tidak mempersulit) dan masing-masing orang melaksanakan masalah ini, niscaya masyarakat akan mendapatkan kebaikan yang banyak, kemudahan yang lapang, serta penjagaan yang besar, baik kaum lelaki maupun wanitanya".[Lihat Az-Zawaaj] 

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 54 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp) Dicopas dari : http://almakassari.com/artikel-islam/manhaj/jeritan-anak-muda.html
Read More..

Bingkisan untuk Panitia Ospek

Berikut ini kami sajikan kembali kepada pengunjung artikel tentang nasehat khususnya berkenaan dengan musim pengenalan mahasiswa baru di kampus-kampus. Judul asli artikel ini adalah "Kompilasi Diktator-diktator Sadis". Mungkin judulnya agak seram, namun kami harapkan semoga bermanfaat bagi para "senior kampus" dalam menyambut para "juniornya", dan juga bisa menjadi nasehat bagi para "junior" untuk lebih arif kepada "calon juniornya" ketika suatu saat mereka menjadi "senior kampus". Barokallahu fiikum. ==================== Dahulu kala ummat manusia telah mengenal diktator-diktator sadis yang memerintah dengan tangan-tangan besi. Dari zaman ke zaman, dunia melahirkan diktator-diktator sadis yang tak berprikemanusian, dan melenceng jauh dari tuntunan Allah -Azza wa Jalla-. Masih segar dalam ingatan kita beberapa diktator yang pernah ada di dunia, seperti Raja Namrud, Fir’aun, Hittler, Napoleon Bonaparte, Jengis Khan, dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang zholim dan sewenang-wenang atas hamba-hamba Allah. Jarum waktu senantiasa berjalan sampai lahirlah kompilasi (gabungan) diktator-diktator sadis gaya baru yang masuk dalam dunia pendidikan dan almamater melalui pintu "OSPEK" (Orietasi Pengenalan Kampus). Jika dahulu para diktator jumlahnya sedikit, maka sekarang beda halnya. Jumlahnya menjamur bak jamur di musim hujan, khususnya saat penerimaan MABA (Mahasiswa Baru). Maka muncullah diktator-diktator (yaitu, para mahasiswa senior) menampakkan taring keganasan mereka, siap menzholimi para hamba Allah dari kalangan MABA dengan berkedok "Orientasi". Aksi zholim seperti ini Anda bisa lihat -khususnya- di kota Makassar, Sulsel, saat penerimaan MABA di sebagian perguruan tinggi. Kezholiman dan penyiksaan yang diperbuat oleh para mahasiswa senior atas MABA sungguh telah melampaui batas; melebihi kezholiman para diktator tersebut, dan orang-orang komunis (PKI). Perhatikan, para diktator (baca: para senior) itu menzholimi dan menyiksa hamba-hamba Allah; para senior memukuli mereka, mengurung, menakut-nakuti, mengadu MABA, menampar, melukai, mengambil uang mereka secara batil, menodai wanita, menghina kehormatan saudaranya, bahkan memerintahkan para MABA (Junior) untuk melakukan kekafiran dan kesyirikan, seperti bersujud di depan mumi, atau sebuah patung yang mereka buat. Sungguh perbuatan ini telah melampaui batasan Allah. Para senior tak lagi takut kepada Allah -Ta’ala-; seakan-akan mereka tak lagi memiliki Tuhan yang akan menghisab dan membalas kezholiman mereka. OSPEK , singkatan untuk: "Orientasi Pengenalan Kampus". Nampaknya manis, tapi hakikatnya pahit dan beracun. Singkatan ini baiknya diubah arti dan maknanya sehingga kita katakan, OSPEK adalah singkatan bagi "Orientasi Penyiksaan Kampus". Diantara bentuk pelanggaran, dan kezholiman yang terjadi dalam OSPEK, dilakoni oleh para mahasiswa senior: * Penyiksaan Hamba-hamba Allah Para senior menyiksa para mahasiswa baru (junior) dalam OSPEK adalah perkara yang sudah menjadi rahasia umum; mulai dari kengkreng, mencambuk, memukul, menempeleng, merendam orang, merayap dalam jarak jauh, menendang, melukai, dan lainnya. Para senior telah lepas kontrol, seakan binatang buas menyeruduk, dan melakukan apa saja yang mereka inginkan; seakan manusia purba yang hidup tanpa aturan, dan bergaya anarkis. Demi Allah, mereka akan dihisab, dan disiksa oleh Allah. Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعَذِّبُ الَّذِيْنَ يُعَذِّبُوْنَ النَّاسَ فِيْ الدُّنْيَا "Sesungguhnya Allah -Azza wa Jalla- akan menyiksa orang-orang yang menyiksa manusia di dunia". [HR. Muslim (2613), dan Abu Dawud (3045)] Bentuk penyiksaan yang sering dilakukan oleh senior, memukul para junior, bahkan menampar wajahnya yang mulia. Al-Imam An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, "Adapun memukul wajah, maka hal itu terlarang pada setiap hewan yang terhormat berupa manusia, keledai, kuda, onta, bagal,kambing, dan lainnya. Tapi hal itu pada manusia lebih bermasalah, karena wajah adalah pusat keindahan. Disamping itu, wajah juga lembut, karena akan nampak padanya bekas pukulan. Terkadang pukulan itu akan merusaknya, dan mengganggu sebagian panca indra". [Lihat Syarh Shohih Muslim (14/323)] * Membuat Orang Marah, dan Jengkel Menyayangi, dan menghormati orang-orang yang lebih rendah kedudukannya (seperti, orang miskin, mahasiswa junior, anak kecil, dan lainnya) adalah perkara yang dianjurkan oleh agama kita. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيَعْرِفْ حَقَّ كَبِيْرِنَا فَلَيْسَ مِنَّا "Barangsiapa yang tidak menyayangi orang kecil diantara kami, dan tidak mengenal hak orang besar (orang tua) diantara kami, maka ia bukan termasuk golongan kami". [HR. Abu Dawud (4943), dan At-Tirmidziy (1920)] Orang-orang yang tidak menyayangi, dan tak menghormati orang-orang kecil dan rendahan, maka mereka tak disayangi oleh Allah. Bahkan mereka telah membuat Allah murka kepadanya, jika ia membuat orang-orang rendahan jadi marah dan jengkel. Amr bin A’idz Al-Muzaniy -radhiyallahu ‘anhu- berkata, أَنَّ أَبَا سُفْيَانَ أَتَى عَلَى سَلْمَانَ وَ صُهَيْبٍ وَبِلاَلٍ فِيْ نَفَرٍ فَقَالُوْا: وَاللهِ, مَا أَخَذَتْ سُيُوْفُ اللهِ مِنْ عُنُقِ عَدُوِّ اللهِ مَأْخَذَهَا قَالَ: فَقَالَ أَبُوْ بَكْرٍ: أَتَقُوْلُوْنَ هَذَا لِشَيْخِ قُرَيْشٍ وَسَيِّدِهِمْ ؟ فَأَتَى النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ, فَقَالَ: يَا أَبَا بَكْرٍ, لَعَلَّكَ أَغْضَبْتَهُمْ, لَئِنْ كُنْتَ أَغْضَبْتَهُمْ لَقَدْ أَغْضَبْتَ رَبَّكَ "Abu Sufyan pernah datang (waktu itu masih musyrik, -pen) kepada Salman, Shuhaib, dan Bilal bersama rombongan. Mereka pun (Salman, dkk) berkata, "Demi Allah, pedang-pedang Allah belum mengenai leher musuh-musuh Allah". Amer bin A’idz berkata, "Abu Bakar berkata, "Apakah kalian mau mengucapkan hal seperti ini kepada Orang tua dan Pemimpin Quraisy ini (yakni, Abu Sufyan)? Lalu Abu Bakar pun datang kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya mengabarkan kejadian itu. Beliau bersabda, "Wahai Abu Bakar, barangkali engkau telah membuat mereka marah. Jika kau telah membuat mereka marah, maka kau telah membuat Robb-mu marah". [HR. Muslim (2504)] Al-Imam Abu Zakariyya’ An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, "Dalam hadits ini terdapat keutamaan yang jelas bagi Salman, dan kawan-kawan mereka ini. Di dalamnya juga terdapat (anjuran) untuk menjaga hati (perasaan) orang-orang lemah, orang yang beragama; memuliakan, dan bersikap lembut kepada mereka". [Lihat Al-Minhaj (16/66)] Jadi, membuat orang-orang lemah dan rendahan jadi marah dan tersinggung merupakan perkara yang tercela dalam Islam. Apalagi jika orang lemah adalah orang yang sholeh dan beragama. * Memperolok-olok & Menghina Junior Kata-kata kotor dan hina yang keluar dari mulut-mulut mahasiswa senior dalam OSPEK ketika menghina, dan memperolok-olokkan junior; sudah menjadi menjadi lumrah dan halal di sisi para senior. Padahal Allah melarang kita menghina yang lain, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan (menghina) kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan (menghina) kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri, dan janganlah melakukan tanabuz (memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan). seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim". (QS. Al-Hujuraat: 11). Ahli Tafsir Jazirah Arab, Syaikh Nashir As-Sa’diy-rahimahullah- berkata dalam memaknai ayat ini, "Janganlah seorang diantara kalian mencela saudaranya, dan menggelarinya dengan gelar-gelar hina yang ia benci jika disematkan kepadanya. Inilah tanabuz. Adapun gelar-gelar yang tak tercela, maka ia tak masuk dalam hal ini". [Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman (hal.801)] Menghina MABA dengan gelar-gelar jelek adalah hal yang lumrah dilakukan oleh senior mereka, misalnya senior menggelari MABA dengan "si Gundul", "si Botak", "Monyet", "Anjing", "Babi", dan lainnya. Ibnu An-Nuhhas Ad-Dimasyqiy-rahimahullah- berkata dalam Tanbih Al-Ghofilin (hal. 149), "An-Nawawiy -rahimahullah- berkata dalam Al-Adzkar, "Para ulama’ telah menyepakati pengharaman memberikan gelar-gelar (jelek) kepada manusia dengan sesuatu yang ia benci, sama saja apakah gelar itu adalah sifat baginya, seperti si Mata Rabun, si Pincang, si Juling, si Kecil; ataukah gelar itu adalah sifat ayah, dan ibunya, atau selainnya diantara perkara yang ia benci". [Lihat Al-Adzkar : Kitabul Asma' (hal. 662)] Jika kita mau menelusuri dan mengintai kegiatan OSPEK, maka kita akan menjumpai beragam penghinaan dan olok-olokan, mulai dari perintah menggundul kepala, mencukur sebagian rambut dengan model yang menggelitik, mencoreng wajah dengan arang, perintah panjat ke tiang listrik sambil teriak, "aku maling!! Aku gila!!!", mengepang rambut dalam jumlah banyak, dan lainnya. Lebih edan lagi, jika mereka menghina orang-orang berjenggot karena mengamalkan sunnah, dan wanita berjilbab. Sebab menghina dan mengolok-olok orang karena berpegang teguhnya kepada sunnah adalah sebuah kekafiran !!! * Memerintahkan Kekafiran, dan Kesyirikan Sebuah pelanggaran dan dosa yang besar dalam OSPEK, sebagian mahasiswa senior memerintahkan setiap MABA untuk bersujud dan membungkuk (ruku’) depan patung, atau mumi. Ketahuilah bahwa perkara seperti ini haram, karena sujud adalah ibadah yang tidak boleh dipersembahkan, kecuali di depan Allah. Jika seorang bersujud di depan makhluk, maka berarti ia telah mempersekutukan Allah dalam beribadah. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, مَا يَنْبَغِيْ ِلأَحَدٍ أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ وَلَوْ كَانَ أَحَدٌ يَنْبَغِيْ أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا لِمَا عَظَّمَ اللهُ عَلَيْهَا مِنْ حَقِّهِ "Tidak pantas bagi seorang manusia untuk bersujud kepada seorang makhluk. Andai ada seorang yang pantas untuk bersujud kepada yang lain, maka aku akan memerintahkan seorang istri bersujud kepada suaminya, karena Allah menjadikan hak suami besar atas sang istri". [HR. Ibnu Hibban dalam Shohih-nya (4162), dan Al-Baihaqiy dalam Al-Kubro (14481). Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Arna'uth dalam Takhrij Al-Ihsan (9/470)] Ketika menjawab seorang penanya yang bertanya tentang hukum ruku’ kepada selain Allah, maka para ulama’ yang tergabung dalam Al-Lajnah Ad-Da’imah berfatwa, "Tidak boleh, bahkan hal itu adalah kesyirikan, karena ruku’ adalah ibadah kepada Allah -Subhanahu-, seperti halnya bersujud tidak boleh dilakukan untuk selain Allah –Subhanahu-".[Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da'imah (1/337)] * Membunuh Seorang Muslim Diantara dosa besar yang dilakoni oleh sebagian senior, membunuh sebagian juniornya. Sekitar tahun 1996 M , telah terbunuh beberapa Maba, akibat ulah senior yang memerintahkan Maba untuk berenang di sebuah sungai. Mereka dipaksa berenang, padahal tak bisa renang. Akhirnya sekawanan Maba meninggal dalam kasus OSPEK itu. Allah berfirman, "Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya". (QS. An-Nisaa’: 93). Ini adalah ancaman yang berat bagi orang yang membunuh seorang muslim. Bagaimana lagi jika membunuh lebih dari seorang. Cukuplah hal ini menjadikan alasan bagi kita mengharamkan perbuatan sadis mereka dalam kegiatan OSPEK !! Inilah beberapa gelintir pelanggaran OSPEK. Andai kita mau menghitungnya, maka terlalu banyak, seperti menodai anak gadis orang, para senior menganggap dirinya ma’shum yang tak pernah salah, memakan uang haram melalui pajak-pajak liar dalam OSPEK, Mengolok-olok agama atau sunnah Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , dan lainnya. Ringkasnya, OSPEK atau MOS yang mengandung kezholiman dan pelanggaran terhadap batasan syari’at merupakan perkara haram !! 

Catatan : Buletin ini ditulis menjelang musim penerimaan mahasiswa baru di kampus-kampus. 

Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 76 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
Dicopas dari : http://almakassari.com/artikel-islam/akhlak/bingkisan-untuk-panitia-ospek.html
Read More..

Cara Termudah Menghafal Al-Qur’an

Segala pujian hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarganya, dan para sahabat seluruhnya. Keistimewaan metode ini adalah seseorang akan memperoleh kekuatan dan kemapanan hafalan serta dia akan cepat dalam menghafal sehingga dalam waktu yang singkat dia akan segera mengkhatamkan Al-Quran. Berikut kami akan paparkan metodenya beserta pencontohan dalam menghafal surah Al-Jumuah:
1. Bacalah ayat pertama sebanyak 20 kali.
2. Bacalah ayat kedua sebanyak 20 kali.
3. Bacalah ayat ketiga sebanyak 20 kali.
4. Bacalah ayat keempat sebanyak 20 kali
5. Keempat ayat di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
6. Bacalah ayat kelima sebanyak 20 kali.
7. Bacalah ayat keenam sebanyak 20 kali.
8. Bacalah ayat ketujuh sebanyak 20 kali.
9. Bacalah ayat kedelapan sebanyak 20 kali.
10. Keempat ayat (ayat 5-8) di atas dari awal hingga akhir digabungkan dan dibaca ulang sebanyak 20 kali.
11. Bacalah ayat pertama hingga ayat ke 8 sebanyak 20 kali untuk memantapkan hafalannya.
Demikian seterusnya pada setiap surah hingga selesai menghafal seluruh surah dalam Al-Quran. Jangan sampai kamu menghafal dalam sehari lebih dari seperdelapan juz, karena itu akan menyebabkan hafalanmu bertambah berat sehingga kamu tidak bisa menghafalnya. JIKA AKU INGIN MENAMBAH HAFALAN PADA HARI BERIKUTNYA, BAGAIMANA CARANYA? "> Jika kamu ingin menambah hafalan baru (halaman selanjutnya) pada hari berikutnya, maka sebelum kamu menambah dengan hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas, maka anda harus membaca hafalan lama (halaman sebelumnya) dari ayat pertama hingga ayat terakhir (muraja’ah) sebanyak 20 kali agar hafalan ayat-ayat sebelumnya tetap kokoh dan kuat dalam ingatanmu. Kemudian setelah mengulangi (muraja’ah) maka baru kamu bisa memulai hafalan baru dengan metode yang aku sebutkan di atas. BAGAIMANA CARANYA AKU MENGGABUNGKAN ANTARA MENGULANG (MURAJA’AH) DENGAN MENAMBAH HAFALAN BARU? Jangan sekali-kali kamu menambah hafalan Al-Qur`an tanpa mengulang hafalan yang sudah ada sebelumya. Hal itu karena jika kamu hanya terus-menerus melanjutkan menghafal Al-Qur’an hingga khatam tapi tanpa mengulanginya terlebih dahulu, lantas setelah khatam kamu baru mau mengulanginya dari awal, maka secara tidak disadari kamu telah banyak kehilangan hafalan yang pernah dihafal. Oleh karena itu metode yang paling tepat dalam menghafal adalah dengan menggabungkan antara murajaah (mengulang) dan menambah hafalan baru. Bagilah isi Al-Qur`an menjadi tiga bagian,yang mana satu bagian berisi 10 juz. Jika dalam sehari kamu telah menghafal satu halaman maka ulangilah dalam sehari empat halaman yang telah dihafal sebelumnya hingga kamu menyelesaikan 10 juz. Jika kamu telah berhasil menyelesaikan 10 juz maka berhentilah menghafal selama satu bulan penuh dan isi dengan mengulang apa yang telah dihafal, dengan cara setiap hari kamu mengulangi (meraja’ah) sebanyak 8 halaman. Setelah selesai satu bulan kamu mengulangi hafalan, sekarang mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan hafalan 20 juz. Jika kamu telah menghafal 20 juz maka berhentilah menghafal selama 2 bulan untuk mengulangi hafalan 20 juz, dimana setiap hari kamu harus mengulang (meraja’ah) sebanyak 8 halaman. Jika sudah mengulang selama dua bulan, maka mulailah kembali dengan menghafal hafalan baru sebanyak satu atau dua lembar tergantung kemampuan, sambil kamu mengulangi setiap harinya 8 halaman hingga kamu bisa menyelesaikan seluruh Al-Qur’an. Jika anda telah selesai menghafal semua isi Al-Qur`an, maka ulangilah 10 juz pertama secara tersendiri selama satu bulan, dimana setiap harinya kamu mengulang setengah juz. Kemudian pindahlah ke 10 juz berikutnya, juga diulang setengah juz ditambah 8 halaman dari sepuluh juz pertama setiap harinya. Kemudian pindahlah untuk mengulang 10 juz terakhir dari Al-Qur`an selama sebulan, dimana setiap harinya mengulang setengah juz ditambah 8 halaman dari 10 juz pertama dan 8 halaman dari 10 juz kedua. BAGAIMANA CARA MERAJA’AH AL-QURAN (30 JUZ) SETELAH AKU MENYELESAIKAN METODE MURAJA’AH DI ATAS? Mulailah mengulangi Al-Qur’an secara keseluruhan dengan cara setiap harinya mengulang 2 juz, dengan mengulanginya 3 kali dalam sehari. Dengan demikian maka kamu akan bisa mengkhatamkan Al-Qur’an sekali setiap dua minggu. Dengan metode seperti ini maka dalam jangka satu tahun (insya Allah) kamu telah mutqin (kokoh) dalam menghafal Al-Qur’an, dan lakukanlah cara ini selama satu tahun penuh. APA YANG AKU LAKUKAN SETELAH MENGHAFAL AL-QUR’AN SELAMA SATU TAHUN? Setelah menguasai hafalan dan mengulangInya dengan itqan (mantap) selama satu tahun, hendaknya bacaan Al-Qur’an yang kamu baca setiap hari hingga akhir hayatmu adalah bacaan yang dilakukan oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- semasa hidup beliau. Beliau membagi isi Al-Qur`an menjadi tujuh bagian (dimana setiap harinya beliau membaca satu bagian tersebut), sehingga beliau mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sepekan. Aus bin Huzaifah -rahimahullah- berkata: Aku bertanya kepada para sahabat Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, “Bagaimana caranya kalian membagi Al-Qur`an untuk dibaca setiap hari?” Mereka menjawab: نُحَزِّبُهُ ثَلَاثَ سُوَرٍ وَخَمْسَ سُوَرٍ وَسَبْعَ سُوَرٍ وَتِسْعَ سُوَرٍ وَإِحْدَى عَشْرَةَ سُورَةً وَثَلَاثَ عَشْرَةَ سُورَةً وَحِزْبَ الْمُفَصَّلِ مِنْ قَافْ حَتَّى يُخْتَمَ “Kami membaginya menjadi (tujuh bagian yakni): Tiga surat, lima surat, tujuh surat, sembilan surat, sebelas surat, tiga belas surat, dan hizb al-mufashshal yaitu dari surat Qaf sampai akhir (mushaf).” (HR. Ahmad no. 15578). Maksudnya: -Hari pertama: Mereka membaca surat “al-fatihah” hingga akhir surat “an-nisa`”. -Hari kedua: Dari surat “al-maidah” hingga akhir surat “at-taubah”.. -Hari ketiga: Dari surat “Yunus” hingga akhir surat “an-nahl”. -Hari keempat: Dari surat “al-isra” hingga akhir surat “al-furqan”. -Hari kelima: Dari surat “asy-syu’ara” hingga akhir surat “Yasin”. -Hari keenam: Dari surat “ash-shaffat” hingga akhir surat “al-hujurat”. -Hari ketujuh: Dari surat “qaaf” hingga akhir surat “an-nas”. Para ulama menyingkat bacaan Al-Qur`an Nabi -shallallahu alaihi wasallam- ini menjadi kata: ”فَمِي بِشَوْقٍ“. Setiap huruf yang tersebut menjadi simbol dari awal surat yang dibaca oleh Nabi -shallallahu alaihi wasallam- pada setiap harinya. Maka: - Huruf “fa`” adalah simbol dari surat “al-fatihah”. Maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari pertama dimulai dari surah al-fatihah. - Huruf “mim” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kedua dimulai dari surah al-maidah. - Huruf “ya`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketiga dimulai dari surah Yunus. - Huruf ”ba`” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keempat dimulai dari surah Bani Israil yang juga dinamakan surah al-isra`. - Huruf “syin” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari kelima dimulai dari surah asy-syu’ara`. - Huruf “waw” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari keenam dimulai dari surah wash shaffat. - Huruf “qaaf” maksudnya bacaan Al-Qur`an beliau di hari ketujuh dimulai dari surah qaf hingga akhir muashaf yaitu surah an-nas. Adapun pembagian hizib yang ada pada Al-Qur an sekarang, maka itu tidak lain adalah buatan Hajjaj bin Yusuf.

BAGAIMANA CARA MEMBEDAKAN ANTARA BACAAN YANG MUTASYABIH (AYAT YANG MIRIP) DALAM AL-QUR’AN?

Cara terbaik untuk membedakan antara dua ayat yang kelihatannya menurut kamu hampir sama (mutasyabih), adalah dengan cara membuka mushaf dan carilah kedua ayat tersebut. Lalu carilah perbedaan antara kedua ayat tersebut, cermatilah perbedaan tersebut, kemudian buatlah tanda/catatan (di dalam hatimu) yang bisa kamu jadikan sebagai tanda untuk membedakan antara keduanya. Kemudian, ketika kamu melakukan murajaah hafalan, maka perhatikanlah perbedaan tersebut secara berulang-ulang sampai kamu mutqin dalam mengingat perbedaan antara keduanya. 

BEBERAPA KAIDAH DAN KETENTUAN DALAM MENGHAFAL AL-QUR`AN: 
1- Kamu harus menghafal melalui bantuan seorang guru yang bisa membenarkan bacaanmu jika salah. 
2- Hafalkanlah 2 halaman setiap hari: 1 halaman setelah subuh dan 1 halaman setelah ashar atau maghrib. Dengan metode seperti ini (insya Allah) kamu akan bisa menghafal Al-Qur`an secara mutqin dalam kurun waktu satu tahun. Tetapi jika kamu memperbanyak kapasitas hafalan setiap harinya maka kemampuan menghafalmu akan melemah. 
3- Menghafallah mulai dari surat an-nas hingga surat al-baqarah karena hal itu lebih mudah. Tapi setelah kamu menghafal Al-Qur`an maka urutan meraja’ahmu dimulai dari Al-Baqarah sampai An-Nas. 
4- Dalam menghafal hendaknya menggunakan satu mushaf saja (baik dalam cetakan maupun bentuknya), karena hal itu sangat membantu dalam menguatkan hafalan dan agar lebih cepat mengingat letak-letak ayatnya, ayat apa yang ada di akhir halaman ini dan ayat apa yang ada di awal halaman sebelahnya. 5- Setiap orang yang menghafal Al-Qur’an pada 2 tahun pertama biasanya apa yang telah dia hafal masih mudah hilang, dan masa ini disebut fase at-tajmi’ (pengumpulan hafalan). Karenanya janganlah kamu bersedih karena ada sebagian hafalanmu yang kamu lupa atau kamu banyak keliru dalam hafalan. Ini adalah fase yang sulit sebagai ujian bagimu, dan ini adalah fase rentan yang bisa menjadi pintu masuknya setan untuk menghentikan kamu dari menghafal Al-Qur`an. Tolaklah was-was tersebut dari dalam hatimu dan teruslah menghafal, karena dia (menghafal Al-Qur`an) merupakan perbendaharaan harta yang tidak diberikan kepada sembarang orang.

[Oleh: Asy-Syaikh Dr. Abdul Muhsin Muhammad Al-Qasim, imam dan khathib di Masjid Nabawi] 

sumber : http://al-atsariyyah.com/?p=1550 
Dicopas dari : http://ummfulanah.wordpress.com/2010/01/22/cara-termudah-menghafal-al-quran/#comment-656/di posting ulang oleh :http://www.akhwat-salafy.co.cc/
Read More..